TEMPO Interaktif, Jakarta: Badan Pusat Statistik mencatat, berdsarkan akumulasi impor nonmigas periode Januari-April 2010, Cina menjadi negara pengimpor terbanyak ke Indonesia. Cina menyumbang porsi 17,26 persen, dengan nilai impor US$ 5,61 miliar. Jepang, menduduki peringkat kedua, dengan total nilai impor nonmigas ke Indonesia sebesar US$ 4,95 miliar, atau menyumbang porsi 15,23 persen. Sedangkan di posisi ketiga adalah Singapore dengan porsi impor 10,33 persen senilai US$ 3,36 miliar.
Jika dilihat dari angka per April 2010, Cina lagi-lagi menjadi pemasok barang impor nonmigas terbesar ke Indonesia. Dari US$ 8,77 miliar total impor nonmigas per April, Cina menyumbang 16,91 persen dengan nilai impor sebesar US$ 1,48 miliar, diikuti Jepang dengan nilai impor US$ 1,433 miliar (16,34 persen), dan Singapura dengan nilai impor US$ 846,1 juta (9,65 persen).
Nilai impor Cina ke Indonesia yang lebih tinggi dibanding ekspor Indonesia ke Cina, dijelaskan Kepala BPS Rusman Heriawan, menyebabkan neraca perdagangan Indonesia dengan Cina negatif. Per April, defisit perdagangan Indonesia terhadap Cina US$ 553,6 juta. Adapun secara kumulatif Januari-April 2010, defisit sebesar US$ 1,6 miliar.
"Dengan Cina kita konsisten defisit. Ekspor kita yang turun dan impor kita yang justru naik pada April, memperlebar defisit kita dengan Cina," kata Rusman.
Dibandingkan dengan impor Cina ke Indonesia per April sebesar US$ 1,48 miliar, Indonesia hanya mengekspor nonmigas ke Cina sebesar US$ 929,8 miliar. Sedangkan dilihat pada periode Januari-April 2010, Cina mengimpor produk nonmigas senilai US$ 5,61 miliar, dan Indonesia hanya mengekspor US$ 4,018 miliar.
Pada periode Januari-April tahun lalu, neraca perdagangan Indonesia terhadap Cina ternyata juga defisit. BPS mencatat, Cina mengimpor produk nonmigas senilai US$ 3,79 miliar, dan Indonesia mengekspor produk nonmigas ke Cina senilai US$ 2,27 miliar.
Meski Indonesia selalu mengalami defisit terhadap Cina, menurut Rusman, neraca perdagangan Indonesia masih mencatat surplus. "Secara keseluruhan kita tetap konsisten mencatat surplus meski nilainya menipis karena impor meningkat, yakni sebesar US$ 517,5 juta (April 2010) dan surplus kumulatif Januari-April US$ 6,09 miliar," kata dia.
Salah satu yang membantu surplus, kata Rusman, adalah neraca perdagangan Indonesia-Amerika Serikat. "Berdagang dengan Amerika sangat menguntungkan karena kita konsisten mencatat surplus," jelas Rusman. Per April, surplus perdagangan Indonesia terhadap Amerika dicatat BPS sebesar US$ 306,8 juta, dan per periode Januari-April senilai US$ 1,06 miliar.
Yang mengejutkan adalah neraca perdagangan Indonesia-Korea Selatan. "Walau produk elektroniknya membanjiri Indonesia, tetapi justru menyumbang surplus ke neraca lebih tinggi dibandingkan Amerika Serikat, yakni sebesar US$ 1,37 miliar (periode Januari-April 2010)," ujarnya.
ISMA SAVITRI