"Kalau namanya razia preman, kenapa yang banyak ditangkap orang-orang tanpa KTP," kata Yahya Abdul Hakim, 31 tahun, saat bus Mayasari Bakti P 14 jurusan Tanah Abang-Tanjung Priok yang ditumpanginya dihentikan petugas razia di depan Astra Honda Motor, Jakarta, siang ini.
Menurut karyawan swasta yang bekerja di daerah Sunter ini, razia yang digelar seharusnya diberi nama razia yustisi. "Bukan razia preman," ujar dia.
Yahya juga mempertanyakan alasan pemerintah Jakarta mengumumkan razia preman yang rencananya akan digelar selama sebulan tersebut. "Razia preman seharusnya diam-diam, sehingga preman yang menjadi target bisa terjaring," katanya.
Anggapan senada juga dilontarkan Marlina (28), mengenai pelaksanaan razia preman yang diumumkan. "Bagaimana mau tertangkap, kalau premannya sudah tau mau dirazia," kata karyawati sebuah perusahaan ekspor-impor di wilayah Pelabuhan Tanjung Priok ini.
Risdianto, rekan Marlina, ikut berpendapat, bahwa razia seharusnya digelar di titik-titik rawan preman. Seperti di Enggano dan Terminal Tanjung Priok, yang kerap menjadi lokasi nongkrong preman-preman angkutan umum.
Berdasar pantauan Tempo di lokasi razia di Jalan Yos Sudarso depan Astra Honda Motor, dari 19 orang yang terjaring, lebih dari separuh akibat tanpa Kartu Tanda Penduduk (KTP). Hanya satu orang bernama Hasan Basri (19), warga Tanjung Priok, yang kedapatan membawa sebilah pisau.
Pisau itu, menurut Hasan yang bekerja di sebuah gerai donat, merupakan alat untuk memotong kardus tempat donat. "Pisau itu bukan untuk kejahatan, kok," kata Hasan.
WAHYUDIN FAHMI