“Batik lukis bergaya Van Gogh, Pablo Picasso, dan Leonardo Da Vinci dibuat dengan bahan batik. Itu yang sangat laku di Eropa dan Amerika,” kata Sugito, perajin batik lukis, di Gilangharjo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (15/6).
Usaha yang ia tekuni sejak 1988 itu memproduksi sekitar 1.500 lembar batik lukis ekspresionis yang dijual ke pasar dalam negeri 50 persen, dan sisanya diekspor. Harganya berkisar antara Rp 25 ribu hingga Rp 1,5 juta per lembar, tergantung bahan dan tingkat kesulitan lukisan batiknya.
Bahan yang digunakan sebagai dasar batik ekspresionis itu berasal dari katun seratus persen. Pola desain bahan batik ini, sesungguhnya, tidak berbeda dengan batik tradisional. Yaitu dengan menggambar memakai pensil lalu diberi lilin (malam) dan proses pewarnaan.
Semakin banyak warna, semakin rumit pula proses pembatikannya. Usai dibatik, baru proses pelukisan dengan bahan-bahan pewarna, baik tradisional maupun kimia. Untuk penonjolan lukisan digunakan lem binder sebagai perekat brom yang berwarna emas dan perak.
Mulanya, modal awal yang ia pakai untuk membuat batik itu hanya Rp 20 ribu saat itu. Namun, saat ini omzet per bulannya mencapai Rp 30 juta. Tak jarang para artis dan desainer yang memesan karya unik milik Sugito itu.
Beberapa perancang busana dan artis yang tertarik dengan batik buatannya antara lain Ivan Gunawan, Farhan, Maudy Koesnaedi, dan Ida Royani. “Kami memang punya dua jenis batik, batik untuk hiasan interior dan batik busana,” kata Sugito.
Para artis tertarik karyanya disebabkan desain yang ia buat tidak sama dengan batik lain. Sehingga satu karya hanya disedikan untuk satu produk. “Setiap desain, ya, hanya satu. Sehingga tak ada yang menyamai saat dipakai,” ujar dia.
Menurut alumnus Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) lulusan 1986 itu, latar belakang ide pembuatan batik ekspresionis kontemporer muncul karena ia bosan dengan desain tradisional. Maka, jadilah ide untuk membuat batik yang berbeda.
Menurut Juminah, istri Sugito, industri rumah tangga yang ia rintis merupakan satu-satunya pemasok batik ekspresionis kontemporer ke pabrik batik di Surakarta, semisal Batik Keris. “Sebelum Bom Bali, karyawan kami ada 80 orang. Sekarang tinggal 25 orang saja,” tuturnya.
MUH SYAIFULLAH