TEMPO Interaktif, Bandung -Upaya pemerintah mengurangi laju pertumbuhan penduduk terhambat kurangnya petugas penyuluh. Dari kebutuhan 40 ribu orang penyuluh se-Indonesia, saat ini baru ada sekitar 22 ribu petugas. Menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional pusat Sugiri Syarief, jumlah penyuluh menyusut pasca reformasi. Dari semula sempat tercatat ada 35 ribu orang, pada 2005 lalu menjadi 19 ribu petugas. “Sekarang naik lagi jadi 22 ribu petugas,” katanya di Bandung, Senin (21/6).
BKKBN menargetkan seorang penyuluh bisa melayani dua desa. Namun keinginan itu terkendala kebijakan kementerian aparatur negara dan anggaran pemerintah daerah karena penyuluh harus diangkat sebagai pegawai negeri. “Bupati dan Walikota harus terus kita didorong supaya melakukan usulan ke Menteri PAN soal formasi penyuluh keluarga berencana,” ujarnya.
Untuk menutupi kekurangan petugas, BKKBN melatih para dokter dan bidan. Itu pun baru separuhnya. “Di Indonesia ada 130 ribu bidan, masih ada 70 ribu bidan yang masih perlu dilatih,” katanya. Sasaran tugas penyuluh keluarga berencana tersebut adalah masyarakat miskin. Alasannya, kata Sugiri, tingkat kelahiran bayi di kalangan tersebut sangat tinggi.
Sejak 1970-2010, ujarnya, pertambahan penduduk di Indonesia mencapai 100 juta orang. Sedangkan peserta keluarga berencana saat ini tercatat ada 28 juta pasangan.
Adapun Jawa Barat yang menyandang sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, kesulitan meredam ledakan populasi. Selain kekurangan 500 penyuluh, menurut Sekretaris BKKBN Jawa Barat Saprudin Hidayat, angka kawin muda cukup tinggi. “Penduduk Jabar mengelembung di usia produktif, angka usia kawinnya 40 sampai 64 persen dari komposisi penduduk,” katanya.
BKKBN Jawa Barat menargetkan pengurangan angka kelahiran bayi dari 730 ribu per tahun menjadi 600 ribu kelahiran. Setiap pasangan diminta hanya punya dua anak saja. Jika tidak, kata Saprudin, ledakan penduduk akan menyulitkan lapangan kerja. “Selain itu wilayah jadi padat penduduk dan menimbulkan masalah sosial ekonomi,” katanya.
ANWAR SISWADI