Elly menerangkan, pembahasan RPP SPM melibatkan sejumlah pemangku kepentingan seperti Kepolisian, Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penggkajian dan Penerapan Teknologi, Kementrian Riset dan Teknologi, Departemen Perindustrian dan kalangan akademisi. “Ini mandat Undang-undang tentang Lalu Lintas dan Jalan Raya,” katanya.
Usulan yang dirancang dalam peraturan itu diantaranya mengatur kewajiban pengusaha angkutan untuk menggunakan fasilitas pendingin ruangan (AC) dalam angkutan. Tidak hanya itu. Aturan RPP SPM juga mengatur faktor muat yang tidak melebihi 120 persen dari kapasitas angkut serta frekuensi perjalanan yang tepat waktu.
Baca Juga:
“Tapi ini belum selesai. Semuanya masih dalam tahap pembahasan,” kata Elly. Ia mengakui bahwa standar pelayanan itu memiliki dampak pada pengusaha angkutan umum. Namun, kata dia, kekhawatiran itu akan diatasi dengan menerapkan mekanisme pemberian subsidi. “Jadi belum tentu ada kenaikan tarif,” ujarnya.
Ketua Komisi B Dewan perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Slamet Nurdin mendukung langkah tersebut. “Untuk Jakarta memang harus demikian. Kenyaman angkutan akan mengubah pola hidup pemilik kendaraan pribadi untuk beralih menggunakan angkutan umum. Syaratnya memang harus nyaman, aman dan massif,” ujarnya.
Meski demikian, Slamet mengakui bahwa aturan itu akan berdampak pada beban operasional pengusaha angkutan umum. “Aturan itu secara tidak langsung memaksa pengusaha untuk meremajakan kendaraan. Pemerintah bisa mengatasinya dengan menyediakan pinjaman lunak atau melakukan subsidi,” katanya.
RIKY FERDIANTO