TEMPO Interaktif, Kediri - Untuk kedua kalinya seluruh pedagang kaki lima di kawasan alun-alun Kota Kediri diusir dari tempatnya berdagang. Lokasi mereka berdagang akan disulap menjadi lahan parkir selama hajatan mantu Bupati Kediri Sutrisno berlangsung nanti malam.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kabupaten Kediri Eko Setiyono mengatakan pengusiran para pedagang ini merupakan rangkaian dari pelaksanaan hajatan mantu Bupati Sutrisno. Rencananya Sutrisno akan melangsungkan pernikahan putri keduanya Rahmadiani di Pendopo Kabupaten, Sabtu (26/6) pukul 19.00 WIB. “Ini hajatan terakhir beliau sebelum lengser,” kata Eko Setiyono kepada Tempo.
Pernikahan itu sendiri rencananya akan mengundang tokoh politik, seluruh pejabat pemerintah daerah di wilayah eks-Karisidenan Kediri, pengusaha, tokoh masyarakat dan agama, serta Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf.
Mengingat banyaknya tamu dan kendaraan yang akan memenuhi halaman pendopo, panitia hajatan mengosongkan seluruh kawasan alun-alun untuk menjadi tempat parkir. Sebagai konsekuensinya sedikitnya 100 pedagang kaki lima yang berada di alun-alun harus angkat kaki selama hajatan berlangsung. “Penghentian PKL oleh Satpol PP mulai pagi ini sampai besok pagi,” kata Eko.
Sebagai kompensasi kerugian para pedagang, keluarga Sutrisno memberikan ganti rugi Rp 75 ribu kepada setiap pemilik lapak dan juru parkir. Selanjutnya seluruh aktivitas penataan kendaraan akan diambil alih oleh Satpol PP dan petugas Dinas Lalu Lintas dan Jalan setempat.
Pengosongan tempat berdagang itu memicu protes sejumlah pedagang. Mereka menganggap nilai ganti rugi tersebut sangat tidak sepadan dengan penghasilan yang didapat dalam sehari bekerja. “Apalagi ini malam Minggu,” kata Beno, 40, pedagang mie ayam yang mengaku bisa meraup omzet Rp 300 ribu pada hari tersebut.
Nilai kompensasi pun lebih kecil dibandingkan tahun lalu. Pada hajatan pernikahan putri pertama Bupati bulan Juni 2009 lalu para pedagang mendapat kompensasi Rp 100 ribu atas pelarangan berdagang pada malam Minggu. “Itu pun ternyata tidak diberikan rata kepada semua pedagang,” kata Beno.
Namun demikian para pedagang mengaku tidak memiliki keberanian untuk memprotes. Mereka hanya bisa pasrah berpangku tangan di rumah saat Bupati Sutrisno merayakan pesta.
HARI TRI WASONO