TEMPO Interaktif, Jakarta -Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan, pengusaha makanan dan minuman sepakat tidak akan impor gula untuk kebutuhan industri mereka. "Sesuai permintaan pemerintah karena mempertimbangkan kondisi petani dan segala macem jadi kita mengalah," katanya hari ini.
Adhi mengatakan, larangan impor sebetulnya sudah sejak tahun lalu. Setelah tidak mengimpor, Gapmmi memperoleh bahan baku dari gula rafinasi lokal tapi berbahan baku raw sugar impor. Meskipun harganya jauh lebih mahal dibanding jika membeli gula impor.
Pengusaha tidak berkeberatan dengan aturan ini selama masih bisa mentoleransi perbedaan harga tersebut. Dengan catatan pemerintah harus memperbaiki regulasi gula supaya tidak ada dualisme di industri gula (pemisahan gula rafinasi dan gula kristal putih).
"Sehingga semua bebas membeli gula apakah grade 1, 2 atau 3, tinggal konsumen yang memilih. Kalau bisa seperti itu akan lebih enak karena hak semua konsumen dilindungi," kata Adhi.
Kuncinya pemerintah harus melakukan efisiensi terhadap indutri gula nasionalnya. Jika industri gula semakin efisien, margin keuntungan yang diperoleh petani maupun pabrik akan lebih tinggi.
Direktur Industri Makanan Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Kementrian Perindustrian Faiz Achmad mengatakan, sebenarnya menurut peraturan industri makanan dan minuman masih mempunyai hak untuk melakukan impor gula. "Tapi karena pada saat ini kebutuhannya sudah bisa dipenuhi oleh stok gula dalam negeri, maka dilakukan pengendalian impor hanya untuk empat kategori," katanya.
Keempat kategori itu adalah spesifikasi khusus misalnya farmasi dan makanan bayi karena memerlukan gula dengan kualitas tinggi agar aman untuk digunakan dan tidak terkontaminasi. kedua untuk kawasan berikat. Sedangkan berikutnya, untuk industri yang membutuhkan fasilitas investasi dan keempat yang memperoleh KITE (kebutuhan impor tujuan ekspor).
Pada 2010 jumlah gula yang diimpor untuk empat kategori itu adalah 150.000 ton.
Alasan lain diterapkannya larangan impor gula untuk industri makanan minuman adalah untuk memunculkan multiplyer effect dari penyerapan gula di dalam negeri. Terbukti di 2009, pertumbuhan industri makanan dan minuman dan tembakau mencapai 11,29 persen."Padahal pada saat itu sudah ada pengendalian impor. Jadi tidak ada efeknya (kalau impor dilarang)," katanya.
KARTIKA CANDRA