Rumah sakit yang menghabiskan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) senilai Rp 110 miliar itu, belum bisa melayani pasien umum karena peraturan daerah yang mengatur tarif rumah sakit belum disahkan.
Menurut Bambang, rumah sakit dengan tipe C tersebut sudah dilengkapi berbagai peralatan medis, serta sumber daya manusia yang memadai, termasuk tenaga dokter spesialis. Juga telah tersedia instalasi gawat darurat, intensive care unit, instalasi bedah sentral, dan instalasi rawat jalan.
pelayanan spesialis yang disediakan, di antaranya spesialis penyakit dalam, mata, penyakit syarat, jantung, bedah orthopedi dan traumatologi, bedah plastik, dan kesehatan jiwa.
Rumah sakit yang terdiri dari 11 blok, yaitu Blok A sampai Blok K, juga memiliki 250 tempat tidur. "Sudah melebihi standar rumah sakit tipe C," ujar Bambang.
Pemerintah Kota Surabaya akan berupaya untuk meningkatkan tipe rumah sakit dari tipe C menjadi tipe B. Dengan demikian rumah sakit di wilayah Surabaya Barat itu mampu memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat Surabaya.
Peresmian RSUD-BDH menuai protes dari sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Surabaya. "Rancangan peraturan daerah tentang operasional rumah belum disusun, tapi kok sudah diresmikan," kata Ketua Komisi Ekonomi Mochammad Machmud. Itu sebabnya sejumlah anggota DPRD memboikot peresmian rumah sakit tersebut. "Kami tidak ingin terlibat dalam proyek yang belum layak diresmikan," ujar Ketua DPRD Surabaya Wisnu Wardhana.
Ketua Panitia Khusus RSUD-BDH Blegur Prijanggono mengatakan, peresmian rumah sakit itu adalah bentuk arogansi Pemkot. Ia mengatakan rumah sakit ini masih memiliki banyak masalah, di antaranya akses jalan, tempat parkir, bahkan dugaan penyimpangan dana pengadaan lift yang sedang diusut Kejaksaan Negeri setempat. "Yang penting kami telah mengingatkan Pemkot agar tidak meresmikan dulu," paparnya. DINI MAWUNTYAS.