Namun dari total Rp 3,8 miliar yang sudah disalurkan, ternyata masih ada Rp 1,2 miliar yang belum dikembalikan.
Kepala Bidang Usaha Permodalan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Surakarta Jati Utomo mengaku pihaknya kesulitan untuk menagih dana bergulir yang macet itu.
“Masyarakat banyak yang berpikiran kalau dana itu bantuan, bukan pinjaman. Sehingga ada sebagian mereka yang tidak mengembalikan,” jelas Jati kepada wartawan, Jumat (27/8).
Padahal, lanjutnya, saat sosialisasi sebelum penyaluran dana bergulir sudah dijelaskan bahwa uang tersebut pinjaman dan bukan bantuan. “Sehingga harus dikembalikan,” tandasnya.
Kepada para penunggak, Jati mengaku sudah memberikan surat teguran setiap enam bulan sekali. Namun hanya sampai di situ, karena pinjaman yang diberikan tidak memakai agunan atau jaminan. “Kami tidak bisa menyita barang-barang mereka. Karena memang tidak ada perjanjian seperti itu,” terangnya.
Selain itu, kondisi di lapangan dikatakannya justru para pelaku usaha mikro tersebut sedang kolaps usahanya. Usaha mereka kolaps karena ada yang kena musibah, merugi, dan sebagainya. “Jadi malah ada yang butuh modal untuk bangkit lagi,” ujarnya.
Penyaluran kredit dilakukan melalui Badan Kredit Kecamatan (BKK) di tiap-tiap kecamatan, yang sekarang sudah dilebur di BKK Pasar Kliwon.
Jati mengatakan penagihan secara langsung dilakukan oleh BKK Pasar Kliwon. Pinjaman yang diberikan berkisar antara Rp 2-5 juta per orangnya. Pinjaman harus dikembalikan dalam tempo dua tahun dengan bunga hanya 6 persen per tahun.
“Angsuran juga baru dibayar pada bulan ke empat. Sebenarnya sangat ringan, tapi masih juga banyak yang menunggak,” katanya.
UKKY PRIMARTANTYO