Gandjar menjelaskan, dalam sistem hukum Indonesia tidak mengenal SKB sebagai landasan hukum yang kuat. Alasannya, dalam SKB tidak diatur sangsi jika terjadi pelanggaran terhadap SKB ini. Untuk itu ia mengusulkan pembuatan landasan hukum yang lebih kuat. "Bisa berupa Undang-Undang atau kalau ingin cepat bisa melalui Peraturan Presiden," ujarnya. Menurutnya, SKB 2 menteri ini lebih menimbulkan masalah dibandingkan menyelesaikan permasalahan yang ada. "Kalau terus-terusan seperti ini tidak akan selesai," ujarnya. Ia pun menambahkan, Undang-Undang ini juga penting untuk menjamin kebebasan kelompok agama minoritas untuk melakukan ibadah dengan tenang.
Gandjar justru merasa heran dengan perkembangan isu mengenai SKB ini. Ia merasa, revisi ataupun pencabutan SKB ini tidak akan berdampak apa-apa terhadap kerukunan umat beragama di Indonesia. Kerukunan umat beragama, menurutnya hanya bisa dicapai dengan dua cara. Pertama perlindungan dari negara melalui undang-undang. dan Kedua kesadaran dari masyarakat dan tokoh agama untuk saling bertoleransi dan menahan diri. "Kalau memang masyarakat sudah tidak bisa menyelesaikan masalah ini, mau tidak mau pemerintah harus mengambil tindakan (membuat undang-undang)," ujarnya.
Baca Juga:
Sebelumnya, kontroversi mengenai keberadaan SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri yang mengatur pendirian rumah ibadah kembali mencuat. Dipicu oleh penyerangan Jemaat HKBP di Bekasi beberapa hari lalu, desakan untuk mencabut atau merevisi SKB tersebut mulai meningkat. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto, setuju merevisi SKB ini jika dirasa tak lagi cocok dengan kondisi masyarakat. Sementara Pernyataan serupa dilontarkan oleh Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi.
Febriyan