TEMPO Interaktif, Jakarta -Kementerian Kesehatan menyatakan hingga saat ini tidak ada yang berhak mencantumkan label Internasional pada rumah sakit.
"Berdasarkan peraturan yang baru, sudah tidak ada lagi yang berlabel internasional, kalau ada akan kami tegur," kata Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan Supriyantoro dalam diskusi di Kementerian Kesehatan, Jumat (1/10)
Aturan tentang rumah sakit internasional termaktub dalam Peratuan Menteri Kesehatan No. 659 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1195 Tahun 2010 tentang Lembaga/Badan Akreditasi Rumah Sakit Bertaraf Internasional.
Keputusan bernomor 1195, jelas Supriyantoro, bertujuan menertibkan syarat dan penulisan sertifikat di rumah sakit. "Selama ini beragam sekali," ujarnya.
Contohnya adalah pencapaian sertifikat ISO, harusnya ditulis di layanan apa dan masa berlakunya kapan. Akibatnya pasien mudah terkecoh. Diakui Supriyantoro, saat ini baru satu rumah sakit yang memperoleh sertifikat internasional yakni RS Siloam.
Kementerian, jelasnya, memang menerima sejumlah permintaan rekomendasi. "Dan sedang berjalan sertifikasi internasional dua rumah sakit lagi, semuanya swasta," kata bekas Direktur Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto ini.
Meraih sertifikat internasional, biayanya tidak murah. "Karena harus membayar konsultan asing untuk audit dan perbaikan mutu," urai Supriyantoro.
Maka kementerian akan menjaring sejumlah rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta yang berniat menuju standar internasional. Dengan bersama-sama diharapkan biaya sertifikasi bisa ditekan.
Sambil menuju sertifikasi Internasional, Supriyanto berharap sejumlah rumah sakit sudah memperbaiki layanan sekelas internasional.
"Meski di kota kecil, tapi harus mampu melayani dengan mutu internasional, baik dokter hingga administrasinya," kata dia.
DIANING SARI