TEMPO Interaktif, Jombang - Berakhir sudah penderitaan Sabtuni, 53 tahun, warga Desa Budug, Desa Budug Sidorejo, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Sejak menikah dengan suaminya Purnadi, 53 tahun, puluhan tahun silam, ibu tiga anak ini kerap mendapat perlakuan kasar, mulai tamparan hingga tendangan.
Bahkan, enam bulan terakhir, Sabtuni sama sekali tidak diberi nafkah oleh suaminya yang pengangguran itu. Penderitaan Sabtuni berakhir Senin siang tadi (4/10). Dia tewas setelah dibakar suaminya. "Sudah 24 tahun saya jadi tetangga mereka. Sejak saat itu saya terus mendengar Mbak Tuni disiksa," Kata Sumiati, tetangga sebelah rumah korban.
Bahkan empat tahun lalu, Kepala Dusun setempat sempat memmperingatkan Purnadi agar tidak menyiksa Istrinya. Sayangnya, peringatan seperti masuk telinga kanan, lalu keluar telinga kiri. Faktanya, Sabtuni masih saja kerap disiksa. Pertengkaran keduanya biasa terjadi dua hari sekali. Penyebabnya, kata Sumi, kemungkinan faktor ekonomi.
Menurut Sumi, pertengkaran keduanya semakin sering terjadi enam bulan terakhir, tepatnya sejak Purnadi mulai menderita asma. Lelaki yang dikenal tempramen itu tak mampu lagi bekerja. Terlebih, penyakit asma yang diidap Purnadi itu semakin parah karena tak pernah diobati.
"Ekonominya lemah. Pak Pur tak pernah berobat. Sejak suaminya sakit Mbak Tuni jadi tulang punggung keluarga," ucap Sumi.
Hal itu dibenarkan Heri Purwanto, 23 tahun, anak kedua Sabtuni. Menurut Heri, sejak bapaknya sakit-sakitan, Ibunya bekerja sebagai buruh tani di kampung. Dia bekerja mulai pagi hingga sore untuk menghidupi anak dan suaminya.
Heri terlihat berkaca-kaca dalam bertutur. Mukanya langsung merah ketika menyebut nama bapaknya."Lelaki seperti itu tidak pantas disebut bapak," terangnya.
Dia mengungkapkan kecemasan ibunya sebelum peristiwa itu. Kepada dia, Sabtuni pernah mengatakan diteror dan diancam akan dibunuh bapaknya. Sebelum meninggal, dia pernah melihat muka ibunya memar dipukuli bapaknya."Saya minta dia (bapak) dihukum mati," tegasnya dengan suara bergetar.
Sabtuni meninggal Senin siang tadi di ruang Asoka, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) setempat. Dia dibakar suaminya Minggu sore menjelang magrib kemarin. Dia dibakar di kebun singkong, yang berjarak sekitar 25 meter dari rumah, hingga sekujur tubuh Sabtuni gosong.
Suntari, tetangga korban, adalah saksi mata peristiwa itu. Dia menuturkan, menjelang magrib dia mendengar orang berteriak minta tolong. Secepat kilat dia menyambar baju, lalu keluar mendatangi suara itu. Ternyata, dia melihat Sabtuni berkeliat-keliat sambil mengerang karena tubuh penuh kobaran api."Saya mengambil rumput, abu, dan baju untuk memadamkanya," ucapnya.
Dia lalu meminta bantuan tetangga lain. Setelah api padam, Sabtuni dibawa ke rumah sakit. Sementara Purnadi mengaku tak sengaja membakar istrinya itu. Dia bercerita, saat itu istrinya hendak minggat dengan membawa bungkusan kain. Dia bermaksud menakut-nakuti Sabtunya dengan api. Tapi tak dinyana, api menjilat baju-baju itu."Saya tidak sengaja," rengeknya di hadapan warga.
Purnadi kini meringkuk di tahanan Kepolisian Resor (Kapolres) setempat. Kasus ini ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Kepala Unit PPA Polres setempat, Inspektur Dua Rizki hingga berita ini diturunkan masih melakukan penyelidikkan.
MUHAMMAD TAUFIK