Nilai ekspor selama Januari-September ini, kata Rusman, naik 38,27 persen dibanding pada periode serupa tahun lalu. "Mudah-mudahan bisa mencapai rekor baru," ujar Rusman di Jakarta, Senin (01/11)n.
Selama September, BPS mencatat, nilai ekspor US$ 12,08 miliar, naik 22,60 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Namun, jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, nilai ekspor ini turun 12,02 persen. Penurunan ini dinilai wajar karena faktor musiman, di mana pada masa Lebaran aktivitas bongkar-muat barang di pelabuhan menurun.
Dihubungi terpisah, Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar menyatakan nilai ekspor pada Januari-September tahun ini, yang berselisih US$ 6 miliar dengan keseluruhan ekspor tahun lalu, merupakan sinyal positif. Tahun lalu total ekspor Indonesia mencapai US$ 116,5 miliar.
Sedangkan nilai impor sepanjang September mencapai US$ 9,53 miliar, naik 11,92 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu. Walhasil, impor barang modal selama Januari-September tahun ini mencapai US$ 19,3 miliar.
Sementara itu, nilai impor bahan baku atau penolong juga cukup besar, hingga mencapai US$ 70,81 miliar. Nilai impor bahan baku lebih tinggi daripada periode yang sama tahun lalu, yang hanya US$ 48,74 miliar.
"Peningkatan impor barang modal dan bahan baku penolong merupakan respons terhadap peningkatan investasi," kata Mahendra. Hal ini senada dengan laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal bahwa realisasi investasi pada pada Januari-September tahun ini tumbuh 33,4 persen.
Peningkatan impor itu, ujar Mahendra, mencerminkan pertumbuhan industri. "Pertumbuhan impor juga merupakan indikasi awal meningkatnya ekspor berkelanjutan."
Bila diperinci, nilai kumulatif ekspor nonmigas hingga September mencapai US$ 91,83 miliar, naik 34,5 persen dibanding periode yang serupa tahun lalu. Nilai ekspor pada Januari-September tahun ini hanya sedikit lebih kecil daripada ekspor nonmigas tahun lalu, Rp 97,5 miliar.
Rusman juga menyatakan neraca ekspor nonmigas Indonesia dengan Cina sepanjang tahun ini masih mengalami defisit US$ 2,849 miliar meskipun nilai ekspor Indonesia ke Cina naik signifikan, sedangkan laju impor Indonesia dari Cina lebih pelan daripada sebelumnya. "Defisitnya akan semakin kecil," katanya. Indonesia juga masih mengalami defisit perdagangan dengan Singapura dan Thailand.
ANTON WILLIAM | EKA UTAMI APRILIA