"Kita mendukung langkah pemerintah Indonesia untuk mengajukan gugatan ke mahkamah internasional," kata anggota DPRD NTT, Somi Pandie kepada Tempo di Kupang, Selasa (23/11).
Menurut dia, Pemerintah Indonesia harus tegas dalam mengambil sikap terkait tercemarnya Laut Timor. Jika diplomasi damai tidak dapat menyelesaikan persoalan ini, maka dirinya menyarankan agar Pemerintah Indonesia segera menempuh langkah hukum. Pasalnya, ribuan masyarakat NTT yang menggantungkan hidup mereka di laut menderita akibat pencemaran laut tersebut.
Somi pun meragukan hasil penelitian dari tim peneliti Australia yang menyebutkan bahwa perairan Indonesia tidak tercemar tumpahan minyak Montara yang meledak 21 Agustus 2009 lalu.
Selama ini tidak ada tim dari Montara ataupun dari Australia yang datang ke NTT untuk melakukan penelitian terkait pencemaran di Laut Timor. Selama ini, tidak tim peneliti yang datang, tapi tiba-tiba Australia katakan perairan Indonesia tidak tercemar.
“Kapan mereka datang ke NTT untuk ambil sample air laut ? Apakah mereka telah bertemu dengan para nelayan di NTT yang merasakan dampak langsung dari pencemaran laut itu," katanya.
Ia meminta tim peneliti Australia melihat website badan antariksa Amerika, NASA, karena web tersebut mengekspose foto satelit yang menggambarkan pergerakan angin timur pasca meledaknya kilang Montara tersebut. “Mungkin mereka tidak melihat foto satelit dari web NASA terkait pergerakan angin, sehingga dibilang laut kita tidak tercemar,” katanya.
Sementara itu, Ketua Tim Pencemaran Laut Timor Provinsi NTT, Andreas Jehalu membantah Laut Timor tidak tercemar minyak Montara, karena berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tim advokasi ganti rugi pencemaran Laut Timor menyebutkan bahwa sebanyak 3200 nelayan asal NTT terkena dampak pencemaran minyak Montara.
"Dari hasil penelitian itu menyebutkan ada nelayan asal NTT yang terkena dampak pencemaran. Bagaimana mungkin Australia katakan tidak ada pencemaran," katanya.
Menurut Asisten Pembangunan Seketaris Daerah Provinsi NTT ini, pemerintah NTT saat ini sedang mengumpulkan data-data nelayan yang terkena dampak tersebut beserta bukti Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat keterangan dari desa yang diminta oleh PTTEP Australasia sebagai bukti pengajukan klaim ganti rugi.
Dia mengaku hingga saat ini baru satu kabupaten yakni Rote Ndao yang mengajukan data-data nelayan disertai bukti-bukti. Sedangkan enam kabupaten lainnya, yakni Timor Tengah Selatan, Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Sabu Raijua, Alor dan Sumba Timur belum memberi masukan.
"Jika sudah lengkap, kita akan kirim ke tim advokasi ganti rugi untuk mengajukan klaim ke PTTEP Australasia. Jadi kita tetap ajukan ganti rugi ke perusahaan itu," katanya.
YOHANES SEO