Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Empat Hari Menyisir Samosir  

image-gnews
Danau Toba. TEMPO/ Arie Basuki
Danau Toba. TEMPO/ Arie Basuki
Iklan
TEMPO Interaktif, Medan -Awalnya hanya tiga obyek wisata yang menjadi target untuk kami kunjungi dalam perjalanan dari Medan menuju Tarutung pada awal Agustus lalu. Ketiganya adalah Tomok di Pulau Samosir, Taman Wisata Iman di Sitinjo, dan Salib Kasih di Tarutung. Ternyata, sepanjang perjalanan sejauh sekitar 283 kilometer itu, kami dapat menyinggahi lebih banyak lagi obyek wisata lainnya.

Kami berempat, yakni saya, Kak Ratna, Mamah, dan Papah, memulai perjalanan pada Senin sore dari Kota Medan menuju ke arah utara. Kami menyewa mobil Kijang yang disopiri Sihar, penduduk asli Pulau Samosir. Tujuan pertama kami adalah kawasan wisata dataran tinggi yang amat terkenal: Berastagi, sekitar 66 kilometer dari Medan.

Petang itu, cuaca terasa lebih dingin begitu memasuki kota di Kabupaten Karo ini. Berastagi berada di ketinggian sekitar 1.400 meter di atas permukaan laut. Kondisi tanahnya yang subur membuat Berastagi menjadi pemasok sayuran dan buah-buahan yang segar bagi Kota Medan, bahkan sampai ke Pulau Jawa.

Matahari sudah penuh terbenam saat kami tiba di sana. Kami pun langsung menuju Taman Bunga Gundaling, yang menjadi kebanggaan warga Berastagi. Letaknya sekitar 10 menit perjalanan dari pusat kota. Taman ini berada di Bukit Gundaling, yang ketinggiannya sekitar 1.575 meter di atas permukaan laut.

Teh manis hangat membantu kami menyiasati udara yang terasa menusuk tulang, sambil menyaksikan panorama Kota Berastagi pada malam hari. Sayangnya, kami datang pada malam hari, jadi tidak bisa menikmati panorama taman ini secara utuh. Misalnya menyaksikan Gunung Api Sibayak, Sinabung, dan Barus.

Setelah puas menikmati lampu-lampu Kota Berastagi, dan udara semakin dingin, kami segera turun. Sasaran kami adalah pusat penjualan makanan di pinggir jalan di tengah Kota Berastagi. Ikan bakar menjadi menu pilihan makan malam. Tak lupa kami memesan jus terung, minuman khas Berastagi. Malam semakin larut, kami memutuskan mencari penginapan di Kota Kabanjahe, ibu kota Kabupaten Karo.

***

Pukul tujuh pagi kami sudah bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan. Sepanjang perjalanan di dalam Kota Kabanjahe, kami disuguhi keelokan arsitektur bangunan-bangunan kantor Pemerintah Kabupaten Karo yang khas. Atapnya berbentuk limas segi empat dan kepala kerbau pada bagian puncaknya. Mereka menyebutnya rumah adat Karo Si Waluh Jabu. Sesuai dengan tradisi, dalam satu Si Waluh Jabu didiami oleh delapan keluarga inti. Dalam bahasa Karo, "waluh" berarti "delapan" dan "jabu" artinya "keluarga".

Tujuan kami adalah obyek wisata air terjun Sipiso-piso di Desa Togging, Kecamatan Merek. Namun kami tergoda untuk berhenti begitu melihat kebun-kebun jeruk yang siap panen berada di sisi kiri dan kanan jalan. Setelah bernegosiasi harga dengan pemilik kebun, kami dibekali keranjang. Tanpa menunggu aba-aba, saya langsung berburu jeruk yang terlihat paling ranum.

"Benar-benar luar biasa manisnya," ujar Ratna setengah berteriak setelah mencicipi jeruk yang baru dipetiknya. Inilah jeruk medan asli! Harganya cukup murah, Rp 40 ribu untuk 5 kilogram. Di sepanjang perjalanan, para petani menjajakan jeruk yang telah dikemas dalam kantong sekiloan, harganya Rp 10-15 ribu.

Air terjun Sipiso-piso, air terjun di atas danau, lokasinya dekat dengan kawasan wisata Desa Tao Silalahi. Berada di ketinggian lebih-kurang 800 meter di atas permukaan laut yang dikelilingi bukit hijau dan ditumbuhi pohon pinus. Sipiso-piso berasal dari kata "piso", yang artinya "pisau". Derasnya air yang berjatuhan dari bukit diumpamakan bilah pisau yang tajam. Jurang yang curam dilihat dari puncak bukit membuat orang setempat menyebutnya pisau dari Tanah Karo. Air terjun ini tingginya 120 meter, lalu mengalir ke Danau Toba.

Tak terasa, kami pun meninggalkan wilayah Kabupaten Karo menuju Kabupaten Tapanuli Utara. Di sepanjang perjalanan kami disuguhi keindahan Danau Toba--yang disebut sebagai Sijujung Baringin atau obyek wisata utama Sumatera Utara. Danau seluas 1.072,16 kilometer persegi itu merupakan danau terbesar di Asia Tenggara.

Sekitar pukul satu siang kami tiba di Parapat. Tak mengherankan bila perut terasa keroncongan. Tapi kami harus menahan rasa lapar tersebut karena harus mengecek jadwal keberangkatan feri menuju Pulau Samosir. Biayanya Rp 95 ribu untuk penumpang berikut mobil. Ternyata feri baru akan berangkat sejam kemudian. Ah, lega... cukup waktu untuk bersantap siang sambil menikmati ikan pora-pora kecil yang dijala di pinggir danau.

Feri yang membawa kami merapat di Pelabuhan Ajibata, Pulau Samosir, menjelang pukul 15.00. Dari Ajibata, kami langsung menuju Tomok, desa tua dari suku Batak bermarga Sidabutar. Desa itu berada di pesisir timur pulau seluas 630 kilometer persegi ini. Perjalanan memakan waktu satu jam.

Tiba di depan gerbang kompleks, kami disambut seorang pemandu. Dia menjelaskan kisah para Raja Sidabutar, yang hidup sekitar 400 tahun lalu. Dalam area yang tidak terlalu luas ini, terdapat makam para raja dan keluarganya yang masih terbuat dari batu alam. Ukurannya sangat besar: panjang sekitar 2 meter, lebar 1 meter, dan tinggi 1,5 meter.

Kemudian kami berjalan kaki menuju rumah khas suku Batak yang disebut rumah Gorga, yang artinya rumah berukir. Atapnya masih terbuat dari ijuk. Di dalam rumah hanya terdapat satu buah ruangan besar yang dihuni oleh keluarga besar.

Bapak Sidabutar, si pemandu, juga menjelaskan asal mula boneka khas suku Batak yang bernama Sigale. Konon, boneka tersebut dibuat oleh seorang dukun untuk menghibur permaisuri Raja Harahap yang bersedih karena ditinggal mati oleh anak semata wayangnya. Boneka diberi nama si Raja Manggale, yang kemudian orang terbiasa menyebutnya Si Gale-gale, dipercayai dulu digerakkan oleh kekuatan magis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Untuk mengenangnya, di salah satu rumah Batak yang kami kunjungi terdapat Sigale. Kami pun menari tortor (tarian khas suku Batak) bersama Sigale diiringi alunan gondang--seperangkat alat musik khas suku Batak--yang keluar dari pemutar kaset. Kami menari di tengah lapangan, selama sekitar 15 menit atau tiga tahap tarian. Walaupun hanya 15 menit, keringat membasahi tubuh kami.

Selesai menari, kami berjalan lagi menuju museum suku Batak, yang berisi aneka benda yang digunakan masyarakat suku Batak dalam kehidupan sehari-hari, seperti peralatan masak dan bertani. Juga ada satu set pakaian raja dan permaisuri suku Batak, berikut tongkat kebesaran yang dapat digunakan oleh pengunjung untuk berfoto. Menggunakan fasilitas ini, pengunjung tidak dikenai biaya.

Saat gelap menyergap, kami memutuskan menginap di Tuktuk, yang menjadi lokasi favorit wisatawan mancanegara. Maklum, selain letaknya tak jauh dari Danau Toba, lingkungannya bersih alami, rumah penduduknya pun masih jarang. Berbeda jauh dengan Tomok, yang terkesan tidak terawat dan padat penduduknya. Tarif penginapan di sini berkisar Rp 200-500 ribu per malam.

Pukul lima pagi, di hari ketiga, kami sudah bangun. Hari masih gelap, tapi udara tidak terlalu dingin. Kami langsung menuju danau untuk menikmati keindahannya. Di kejauhan tampak perahu-perahu kecil nelayan menangkap ikan dengan cara tradisional. Untuk sarapan pagi, kami membeli ikan mujair hasil tangkapan nelayan, yang dijual Rp 20 ribu per kilogram. Mujair kami panggang sendiri. Terasa nikmat atau karena bercampur rasa lapar yang menyergap.

Kondisi jalanan yang berbukit-bukit sepanjang pinggir danau menjadikan sepeda sebagai pilihan transportasi menarik bagi para wisatawan untuk menikmati keindahan Danau Toba dari Tuktuk. Sejumlah tempat telah menyediakan fasilitas penyewaan sepeda dengan tarif Rp 3.500 per jam. Bersepeda pada pagi hari menyusuri danau sungguh menyenangkan. Udara masih bersih dan terasa sejuk.

Masih belum puas menikmati keindahan Danau Toba yang luar biasa, kami pun mengambil jalur lewat Menara Penatapan Tele untuk melihat sisi lain Danau Toba ketika berangkat menuju Tarutung. Sebelumnya, kami menuju Aek Si Pitu Dai (air tujuh rasa), lalu ke Batu Hobon (batu besar yang tidak bisa diangkat dari zaman Belanda sampai sekarang), dan Patung Tatea Bulan, anak sulung si Raja Batak.

Jalan yang kami lewati terus menanjak, berliku-liku. Di sisi kiri dan kanan berupa tebing dan jurang serta bukit yang botak. Jadilah jalan ini bukan pilihan para wisatawan. Hanya pengemudi yang berpengalaman yang dapat melintasi jalur ini. Tapi, setelah sampai di puncak, yang bernama Menara Penatapan Tele, pemandangan yang disajikan sungguh luar biasa. Perasaan cemas sepanjang perjalanan langsung sirna, terobati oleh keelokan

Danau Toba.
Sebelum melanjutkan perjalanan ke Desa Sitinjo di Kabupaten Sidikalang, kami menikmati arsik ikan mas. Salah satu masakan khas kawasan Tapanuli yang populer. Masakan ini dikenal pula sebagai ikan mas bumbu kuning. Menu ini terbuat dari ikan mas yang direbus dengan bumbu-bumbu khas daerah suku Batak Toba, dan dimasak sampai airnya kering.

Taman Wisata Iman di Desa Sitinjo kami capai sekitar pukul tiga sore. Kondisi jalan baik dan telah beraspal. Di area seluas 130 ribu meter persegi ini, pengunjung tak cuma bisa menikmati keindahan alam Sidikalang. Juga mengagumi lima tempat ibadah dari lima agama di Indonesia, beserta replika beberapa peristiwa yang tertulis dalam Kitab Suci.

Tiba di Tarutung, badan ini penat bukan kepalang. Lepas pukul 22.00, kami pun langsung terlelap. Pagi harinya kami mandi di Pemandian Air Soda, Dusun Aek Siansimum, Desa Parbubu Sada, yang dikelola penduduk sekitar. Di pemandian ini tidak ada pembayaran tiket. Hanya membeli telur, roti, gorengan, atau teh manis sebagai penggantinya.

Istimewanya, kami berendam air soda di tengah sawah, sambil memandang keindahan Gunung Dolok Martimbang. Kolam air soda itu hanya berukuran sekitar 150 meter persegi, sedalam 140 sentimeter. Di sisi pemandian agak dangkal, karena diberi batu-batu alam. Uniknya, tubuh akan mengapung bila kita telentang atau telungkup di atas air. Kolam ini disebut air soda karena rasanya memang seperti soda.

Menjelang siang hari, kami menuju Monumen Salib Kasih di puncak Dolok Si Atas Barita, yang diakui sebagai tempat pertama kalinya Ingwer Ludwig Nomensen, misionaris asal Jerman, menyebarkan agama Kristen ke masyarakat Batak. Lokasi wisata ini tertata cukup rapi, dan menyediakan gerai suvenir. Beberapa di antara kami membeli syal, buku Ende (pujian bahasa Batak), dan kaus bertulisan "Salib Kasih".

Dalam perjalanan pulang, kami mengambil rute Deli Serdang Bedagai, yang terkenal dengan dodol pulut yang legit dan gurih. Empat hari perjalanan nan melelahkan itu memberi kami banyak pelajaran tentang adat, budaya, dan sejarah Batak Toba dari Samosir.

Penulis: Rebekka Rentha Silaban, penikmat perjalanan

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


KCIC Sebut Cuaca Buruk Picu Keterlambatan Perjalanan Kereta Cepat Whoosh

17 jam lalu

Kereta berkecepatan tinggi Whoosh yang menghubungkan Jakarta dan Bandung. (ANTARA/Fitra Ashari)
KCIC Sebut Cuaca Buruk Picu Keterlambatan Perjalanan Kereta Cepat Whoosh

Cuaca buruk membuat perjalanan kereta cepat Whoosh mengalami keterlambatan. PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) memberi kompensasi makanan dan minuman untuk penumpang.


Daftar Pertanyaan yang Sering Diajukan saat Wawancara Visa

10 hari lalu

ilustrasi visa (pixabay.com)
Daftar Pertanyaan yang Sering Diajukan saat Wawancara Visa

Biasanya petugas akan menanyakan beberapa pertanyaan untuk menentukan kelayakan mendapatkan visa


Maskapai Penerbangan ini Buat Penerbangan Misterius yang Tidak Diketahui Tujuannya

10 hari lalu

Maskapai penerbangan SAS. Instagram.com/@flysas/@bravojulietspotting
Maskapai Penerbangan ini Buat Penerbangan Misterius yang Tidak Diketahui Tujuannya

Salah satu penumpang merasa antusias mengikuti penerbangan yang memberikan pengalaman unik


Pentingnya Power Nap Saat Perjalanan Jauh, Ini Maksudnya

10 hari lalu

Ilustrasi tidur di dalam mobil. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
Pentingnya Power Nap Saat Perjalanan Jauh, Ini Maksudnya

Tidur singkat atau power nap dapat membantu masyarakat menjaga kesehatan fisik dan mental selama perjalanan jauh dengan kendaraan. Kenapa penting?


Terpopuler: Arus Balik Lebaran KAI Tawarkan Promo Tarif Spesial, Cek Titik Rawan Macet dan Kecelakaan Arus Balik Lebaran

10 hari lalu

Sejumlah pemudik kereta api Jaka Tingkir berjalan keluar setibanya di Stasiun Senen, Jakarta, Minggu 14 April 2024. Angka kedatangan akan terus bertambah seiring pemesanan tiket arus balik yang masih tersedia. Arus balik diprediksi mulai tanggal 13, 14 dan 15 April 2024. Pada tanggal-tanggal tersebut terdapat sebanyak 44.000 - 46.000 lebih penumpang per harinya yang menuju Jakarta. TEMPO/Subekti.
Terpopuler: Arus Balik Lebaran KAI Tawarkan Promo Tarif Spesial, Cek Titik Rawan Macet dan Kecelakaan Arus Balik Lebaran

PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI memberikan promo tarif spesial selama masa arus balik Lebaran.


KAI Commuter Tambahkan 8 Perjalanan di Hari Pertama Kerja Besok

11 hari lalu

Sejumlah penumpang KRL Commuter Line menunggu keberangkatan kereta di Stasiun Bekasi, Jawa Barat, Senin 12 Juni 2023. Menurut keputusan Surat Edaran (SE) Kementerian Perhubungan nomor 17 Tahun 2023 tentang Protokol Kesehatan pelaku perjalanan orang dengan transportasi kereta api pada 12 Juni 2023, penumpang diperbolehkan tidak menggunakan masker apabila dalam keadaan sehat serta tidak berisiko tertular atau menularkan COVID-19 dan KAI Commuter selaku operator KRL Commuter Line menghimbau seluruh penumpang untuk tetap melakukan vaksinasi COVID-19. ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah
KAI Commuter Tambahkan 8 Perjalanan di Hari Pertama Kerja Besok

KAI Commuter memprediksi akan ada lebih dari 850 - 900 ribu pengguna commuter line Jabodetabek di hari pertama kerja, pasca libur Lebaran 2024.


7 Hal Penting saat Merawat Motor Matic Setelah Mudik

12 hari lalu

Ilustrasi merawat motor. (Sumber: Yamaha)
7 Hal Penting saat Merawat Motor Matic Setelah Mudik

Motor perlu dirawat setelah digunakan saat mudik. Ini deretan komponen yang perlu dicek?


5 Tips Jitu Hindari Kehabisan Tiket Pelabuhan Penyeberangan saat Arus Balik

12 hari lalu

Pemudik berjalan keluar dari kapal di Pelabuhan Merak, Kota Cilegon, Banten, Sabtu 13 April 2024. PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) memprediksi puncak arus balik dari Pulau Sumatera menuju Pulau Jawa terjadi pada tanggal 13 sampai 14 April. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
5 Tips Jitu Hindari Kehabisan Tiket Pelabuhan Penyeberangan saat Arus Balik

Jangan biarkan arus balik Lebaran jadi berantakan karena kehabisan tiket kapal. Ikuti tips ini untuk mengamankan tiket penyeberangan


Spanyol Tawarkan Program Perjalanan Bersubsidi untuk Pensiunan

14 hari lalu

Ilustrasi lansia traveling. Freepik.com/Rawpixel.com
Spanyol Tawarkan Program Perjalanan Bersubsidi untuk Pensiunan

Program perjalanan khusus pensiunan ini tersedia setiap tahun selama 'musim sepi' dari bulan Oktober hingga Juni.


Mengurangi Risiko Mabuk Perjalanan Saat Mudik, Simak 5 Kiat Ini

17 hari lalu

Ilustrasi arus mudik dan balik Lebaran. TEMPO/Hilman Fathurrahman
Mengurangi Risiko Mabuk Perjalanan Saat Mudik, Simak 5 Kiat Ini

Risiko mabuk perjalanan dapat bertambah parah atau mudah kambuh saat duduk tak searah, misalnya menghadap ke belakang atau samping.