Imam membandingkan kehidupan di kota-kota besar, termasuk Jakarta dengan di desa-desa yang masih agraris. “Di desa jelas lebih sedikit kasus bunuh diri, karena di sana dukungan sosial dari lingkungannya besar,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (28/12).
Khusus untuk tingginya kasus bunuh diri di Jakarta, menurut Imam disebabkan oleh lebih kompleksnya permasalahan hidup yang berpadu dengan semakin renggangnya ikatan sosial. “Di Indonesia ini tidak ada kultur bunuh diri. Berbeda dengan di Jepang misalnya, artinya jika ada orang bunuh diri berarti masalah yang dihadapinya sangat berat, sementara dukungan sosial terhadapnya lemah,” katanya.
Imam mencontohkan, “Banyak rumah tangga di Jakarta ini yang tidak akrab atau bahkan tidak mengenal tetangganya.”
Tapi ia menekankan bahwa hal tersebut bukan sebuah kesimpulan. “Karena untuk membuat kesimpulan diperlukan penelitian, namun kita bisa buat hipotesa seperti itu.”
Menurut Imam, dukungan sosial sangat penting dalam kehidupan orang Indonesia pada umumnya. “Karena masyarakat kita ini pada dasarnya bersifat komunal, tidak individual seperti di Amerika atau Eropa,” ujarnya. Karenanya, ketika banyak orang berdatangan ke Ibu kota sementara keluarganya masih tinggal di daerah lain, secara tidak langsung individu-individu tersebut menjadi lebih rapuh.
Hal lain yang juga menjadi penyebab utama seseorang untuk memutuskan bunuh diri adalah masalah ekonomi. “Banyaknya kebutuhan ekonomi yang menghimpit menyebabkan ruang hidup semakin sempit,” ujarnya.
Namun tidak berarti juga semua orang yang melakukan bunuh diri adalah orang miskin. Menurut Imam, banyak juga orang kaya yang mengalami kesulitan bisnis melakukan bunuh diri. “Misalnya pengusaha yang harga sahamnya jatuh, bisa saja sebenarnya ia masih punya uang Rp 1 miliar, tapi itu tidak sesuai lagi dengan gaya hidupnya.”
PINGIT ARIA