"Harga cabai tak dapat dihilangkan sama sekali dari penghitungan inflasi," kata ekonom Universitas Indonesia, Ninasapti Triaswati kepada Tempo kemarin. Menurut dia, cabai merupakan barang yang memang dibeli oleh masyarakat sehingga harus ada dalam komponen inflasi.
"Mungkin bobotnya saja yang harus diubah, diperkecil," kata Nina.
Jika cabai merupakan barang konsumsi utama rumah tangga di Indonesia, bobotnya akan menjadi lebih besar. Sebaliknya, bobot cabai akan menjadi kecil jika tak banyak dikonsumsi.
Dia menyarankan pemerintah memperhatikan tata niaga cabai dengan memperpendek jalur distribusi. "Kenaikan harga cabai tak muncul dari petani, tapi dari pedagang. Artinya, ada masalah dalam sistem distribusinya," kata Nina.
Ide Anny juga ditolak oleh ekonom Mandiri Sekuritas, Destry Damayanti. Ia berpendapat cabai adalah barang konsumsi utama masyarakat.
Naiknya inflasi karena harga cabai, kata Destry, merupakan inflasi lantaran volatile price yang besarnya bisa belasan persen. Adapun inflasi inti yang timbul akibat aktivitas ekonomi stabil pada kisaran 4,5 persen.
"Faktor terbesar inflasi muncul karena masalah distribusi makanan," kata dia. Karena itu, untuk mengerem inflasi, pemerintah harus menjaga stabilitas antara pasokan dan permintaan bahan pangan.
Sebaliknya, pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, mendukung usul pemerintah tersebut. Alasannya, pengeluaran rumah tangga untuk cabai relatif kecil.
"Pada rumah tangga bawah, 40 persen pengeluaran untuk membeli beras, 17 persen membeli gandum dalam bentuk mi instan," ujarnya.
Saat menghadiri acara penutupan perdagangan Bursa Efek Indonesia, Kamis pekan lalu, Anny meminta BPS menghapus cabai dari komponen inflasi.
Anny mengungkapkan, kenaikan harga cabai dalam dua bulan terakhir telah mendongkrak nilai inflasi karena harganya selalu meningkat tak wajar saat Lebaran dan mudah dipengaruhi cuaca.
Dia percaya, penghilangan dua komoditas cabai itu tak akan berpengaruh negatif terhadap penghitungan inflasi. "Kalau dua macam cabai itu dihilangkan, tidak akan membuat menderita toh?" kata Anny.
Data Kementerian Perdagangan menyebutkan, harga rata-rata nasional cabai merah keriting per 1 Desember sebesar Rp 26.080 per kilogram. Sedangkan harga per 31 Desember Rp 44.453 per kilogram atau naik 70,4 persen.
Pada November 2010, cabai merah menyumbang 0,1 persen dari total 0,6 persen inflasi. Inflasi merupakan indikator perkembangan harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat berdasarkan harga 774 komoditas. Cabai masuk dalam kelompok barang dan jasa yang harganya sangat bergejolak (volatile good) bersama 54 komoditas lainnya.
FAMEGA SYAVIRA | EFRI RITONGA