Bus yang merupakan hibah dari Departemen Perhubungan kepada pemerintah daerah Kota Gorontalo itu setiap harinya terlihat sepi penumpang. Bahkan ketika bus berhenti di halte atau tempat pemberhentian bus, tidak terlihat penumpang di dalam bus.
Asna Harun, warga di Kelurahan Liluwo, Kecamatan Kota Tengah mengaku enggan menggunakan jasa bus trans Hulondalangi tersebut karena tidak mampu mengantar penumpang hingga ke tempat tujuan. “ Saya lebih baik naik Bentor (becak motor) dari pada naik bus trans Hulondalangi. Soalnya Bentor bisa mengantar penumpang hingga ke tempat tujuan,” ujar Asna kepada Tempo, Kamis (6/1).
Menurutnya, Kota Gorontalo sangat jauh berbeda dengan daerah di Jawa atau di Jakarta karena jarak antar kawasan tidak terlalu jauh. Sehingga kehadiran bus trans Hulondalangi sebagai transportasi utama tidak terlalu dibutuhkan.
Romi Hasan, warga di Kelurahan Lekobalo, Kecamatan Kota Barat menambahkan, bus trans Hulondalangi yang beroperasi dalam kota itu kurang disukai karena warga lebih memilih Bentor sebagai transportasi utama. ”Bus trans Hulondalango itu terlalu dipaksakan. Kami lebih suka memilih Bentor,” ungkap Romi.
Wakil Kepala Terminal 42 Andalas Kota Gorontalo, Aswin Lumula mengakui, bahwa animo warga terhadap bus trans Hulondalangi masih rendah. Bahkan menurutnya, sejak diresmikan Maret tahun lalu, bus trans Hulondalangi belum mampu memberikan konstribusi terhadap APBD Kota Gorontalo..
Menurutnya, dari 15 buah bus yang dioperasikan sejak peluncuran Maret lalu, kini hanya 14 buah yang bisa beroperasi. Sedangkan satunya lagi sedang dalam perbaikan. ”Setiap harinya hanya ada empat atau enam penumpang yang menggunakan bus trans Hulondalangi,” ujar Aswin.
Namun Aswin tetap optimis kehadiran bus trans Hulondalangi yang tarifnya hanya Rp. 2000 rupiah itu akan bermanfaat bagi masyarakat dan bisa menunjang transportasi lainnya di daerah itu.
CHRISTOPEL PAINO