TEMPO Interaktif, Jakarta - Penasihat hukum Susandi alias Aan, Edwin Partogi, menilai ada keganjilan dalam putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, yang menghukum kliennya empat tahun penjara. Salah satunya majelis hakim banding memakai berita acara penggeledahan oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya, yang sebelumnya dianggap bohong oleh hakim pengadilan negeri.
"Pengadilan mengatakan berita acara tersebut sah sebab telah diuji dalam praperadilan," kata Edwin saat dihubungi, Jumat 7 Januari 2011. Padahal, menurut dia, praperadilan yang diajukannya dulu adalah soal penangkapan dan penahanan Aan oleh Polda Metro. Polisi, kata Edwin, tak pernah mengajukan berita acara penggeledahan dalam sidang praperadilan itu.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 5 November tahun lalu mengabulkan banding jaksa. Aan, yang telah divonis tak bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kini malah dihukum empat tahun penjara. Aan pun didenda Rp 800 juta. Edwin baru menerima salinan putusan pada 5 Januari lalu.
Aan ditangkap Polda Metro di gedung Artha Graha, Jakarta, pada akhir 2009. Ia disangka membawa narkotik. Di pengadilan pada 17 Mei tahun lalu, tuduhan polisi bahwa Aan mengantongi satu butir ekstasi di dalam dompetnya tak terbukti. Selain itu, berita acara penggeledahan polisi dinyatakan ganjil.
Kasus Aan sempat menyedot perhatian banyak pihak. Mantan karyawan PT Maritim Timur Jaya--anak perusahaan Artha Graha--itu diduga menjadi korban mafia hukum. Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum terus memantau jalannya peradilan. Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan warga biasa pun mendukung Aan untuk memperoleh keadilan.
Saat mendekam di tahanan Polda Metro Jaya, Aan pernah melaporkan kasus penganiayaan yang dialaminya ke Markas Besar Kepolisian RI. Aan mengaku dianiaya pada 14 Desember 2009 saat diinterogasi di salah satu ruangan kantor PT Maritim di gedung Artha Graha. Menurut pengacara Aan, penganiayaan disaksikan oleh tiga oknum polisi, yang kemudian menyerahkan Aan ke Polda Metro Jaya.
l ANTON SEPTIAN