Ellen mengatakan beberapa pengusaha di sektor bisnis, terutama yang mulai berdiri tahun 2008-2009 memang harus membayar tarif yang berbeda dibanding pelanggan bisnis reguler. Tarif listrik ditetapkan sesuai kesepakatan B to B (business to business) antara PLN dan pelanggan. Jumlah tagihan listrik yang harus dibayarkan mencapai 188 persen lebih tinggi dibanding tarif untuk pelanggan bisnis reguler.
Namun ketentuan B to B ini, menurut Ellen sudah dicabut melalui peraturan menteri energi dan sumber daya mineral nomor 07 tahun 2010. Sehingga saat ini semua sektor bisnis membayar listrik dengan ketentuan tarif sama. Sebelum menetapkan pencabutan capping tarif untuk industri, PLN sudah mencabut capping untuk sektor bisnis November lalu.
Baca Juga:
Ketua Dewan Pembina Real Estate Indonesia Teguh Satria mengatakan :mendukung upaya PLN menaikkan tarif listrik. Alasannya organisasi PLN yang tidak sehat menyebabkan tidak adanya kepastian layanan untuk diberikan kepada pelanggan. "PLN harus sehat dulu. Sekarang sudah mempermudah birokrasi, meski ini terobosan sederhana tetapi dampaknya luar biasa," katanya.
Teguh mengatakan persoalan listrik yang umum dihadapi oleh pengusaha infrastruktur adalah tidak ada kepastian apakah bisa mendapatkan sambungan listrik atau tidak. Setelah ada kesepakatan, pengusaha masih harus membangun jaringan sendiri, memasang tiang listrik dan trafo yang semuanya harus dihibahkan ke PLN.
Akibatnya banyak proyek perumahan, terutama perumahan sederhana yang tidak bisa dijual setelah dibangun, karena tidak dialiri listrik. "Kalau rumah mewah lebih mudah (dijual). Tapi kalau untuk rumah sederhana biaya pasang listriknya saja sudah tujuh persen dari harga rumahnya," terangnya. Ia mengatakan ketidakmampuan PLN menyediakan infrastruktur listrik karena biaya yang diperlukan PLN lebih besar daripada pendapatan.
KARTIKA CHANDRA