“Pencabutan izin kedua lembaga itu sudah dilakukan Bank Indonesia pada hari kemarin,” ujar Kepala Bagian Ekonomi Sekretariat Daerah Garut, Jumyat Rimaja, kepada Tempo, Selasa (25/1).
Menurut dia, alasan pencabutan izin ini karena rasio kecukupan modal kedua bank tersebut dibawah delapan persen atau kurang dari Rp1 miliar. Kondisi itu terjadi akibat adanya kredit macet dan penyimpangan keuangan oleh oknum pejabat lembaga tersebut.
Kerugian keuangan yang ditimbulkan akibat masalah itu mencapai sekitar Rp 2,8 miliar. Kerugian itu terdiri dari BPR Talegong sekitar Rp 1,2 miliar, sedangkan kerugian untuk BPR Samarang sebesar Rp 1,6 miliar.
Selain itu, pencabutan ini juga karena upaya penyehatan kedua lembaga tersebut telat dilakukan oleh pihak pemilik. Sebelumnhya kedua bank itu telah dua kali masuk dalam pengawasan Bank Indonesia Bandung sejak tahun 2008 lalu. “Upaya penyehatan telah kami lakukan dengan melakukan konsolidasi, tapi terlambat karena masa pengawasan berakhir pada 31 Desember 2010,” ujarnya.
Disinggung terkait tabungan nasabah, Jumyat menjamin dana tersebut akan tetap aman. Namun pengembaliannya belum dapat dilakukan dalam waktu dekat ini. Dia berjanji penyelesaiannya akan dilakukan pada tahap berikutnya.
Jumyat menambahkan, proses likuidasi akan dilakukan oleh lembaga penjamin simpanan. Tim likuidasi akan bekerja selama dua tahun. Tim ini akan bertugas melakukan verifikasi data, penyelesaian aset dan berkewajiban untuk menyelesaikan dana pihak ketiga termasuk dana nasabah.
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Garut, Yayat Hidayat mengaku prihatin atas dilikuidasinya kedua BPR tersebut. Dia meminta pemerintah untuk memperhatikan nasib nasabah. “Saya minta nasabah jangan menjadi korban, kondisi ini juga akan menjadi beban pemerintah daerah,” ujarnya dihubungi Tempo.
Yayat menambahkan buruknya kondisi lembaga perbankan di wilayahnya ini akibat kesalahan pemilik. Menurutnya, pengawasan pemerintah tidak dilakukan dengan optimal. Sehingga gejala penyimpangannya tidak dapat dideteksi secara dini. “Saya minta pengawasan lebih diperketat lagi. Soalnya hampir semua BPR di Garut ini kondisinya tidak sehat,” ujarnya.
Sebelumnya, Bank Indonesia juga membubarkan BPR Bungbulang pada 20 November 2007 lalu. Pembekuan bank tersebut diakibatkan oleh penyalahgunaan kredit sebesar Rp4,68 miliar. Selama proses likuidasi, tim dari LPS menemukan dana yang layak untuk dibayar hanya sebesar Rp176 juta, sedangkan simpanan yang tidak layak dibayar sebesar Rp4,81 miliar. Sementara sisanya sebesar Rp6,65 miliar harus diganti pemerintah daerah, akibat menghimpun dana nasabah saat dalam masa pengawasan Bank Indonesia.
Namun hingga kini nasib nasabah Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Kecamatan Bungbulang, Kabupaten Garut, masih terkatung-katung. Soalnya, klaim tabungan sebesar Rp11,2 miliar belum dibayar pemerintah.
SIGIT ZULMUNIR