“Sebetulnya capek kalau kondisi terus begini, tapi gimana lagi,” kata Hasan, 34 tahun seorang sopir pasrah. Dia mengisahkan, kerugian besar dialami para sopir dengan tumpukan antrian di sepanjang pelabuhan Merak itu. “Dalam kondisi lancar, untuk biaya makan dan lain-lain, paling hanya Rp 50 ribu, tapi sekarang sudah lebih dari Rp 200 ribu pengeluaran untuk makan dan lain-lain,” kata pria yang biasa melakukan penyebrangan ke Pulau Sumatera setiap bulanya sebanyak 5 kali ini.
Dengan uang jalan pas-pasan, para sopir hanya mampu meratap tanpa pernah terjawab. Kemacetan panjang yang belum juga teratasi itu membuat mereka kehilangan segalanya. Ongkos jalan yang diterima, hanya cukup untuk perjalanan normal. Akibatnya, uang yang pas-pasan itu habis untuk memenuhi kebutuhan perut selama tertahan di jalan.
Para sopir mengaku sudah tidak punya uang untuk memenuhi kebutuhan mereka termasuk untuk bayar tol. Pengelola tol Tangerang-Merak yakni PT Marga Mandala Sakti (MMS) tidak bisa membebaskan mereka dari membayar tarif
Akhirnya sopir pun menggunakan segala cara untuk bisa memenuhi kebutuhan selama di perjalanan termasuk membayar tol. Fahrizal 46 tahun, salah seorang sopir truk terlihat turun menghampiri petugas tol. Bukan uang yang dia serahkan ke petugas melainkan telepon seluler untuk pembayaran tol.
“Kami sebenarnya sudah diberi uang untuk bayar tol. Tapi karena macet berhari-hari, uangnya terpaksa kami pakai untuk makan sehari-hari, Saya sudah tidak punya uang lagi. Saya membayar dengan HP milik saya,” kata Fahrizal.
Lain dengan Fahrizal, lain juga yang dilakukan Hendro. Dia mengaku harus membayar tol dengan STNK kendaraan yang dibawanya. Itu terpaksa dilakukannya karena dia tak sanggup membayar tol.
WASI’UL ULUM