TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengamat politik dari Charta Politika Yunarto Wijaya menilai sikap politik Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang tak memberi sanksi tegas pada kedua partai anggota koalisi bisa menjatuhkan wibawa pengurus Partai Demokrat. Alasanya, sikap SBY itu berbeda dengan sikap elit Demokrat yang sebelumnya terang-terangan mewacanakan pendepakan Golkar dan PKS dari koalisi, pasca pembentukan panitia hak angket pajak di DPR.
“Seperti ada jarak antara mereka. Kasihan para politisi Partai Demokrat. Wibawa mereka bisa jatuh,” kata Yunarto kepada Tempo, Kamis (10/3).
Yunarto melihat sikap SBY yang memilih mempertahankan Golkar dan PKS itu diambil tanpa dikomunikasikan lebih dulu dengan pimpinan elit partai. Itu karena selama ini dia masih memegang keputusan tertinggi di Demokrat. Jadi, meski elit partai bersikap sebaliknya, SBY bisa saja tak melakukanya karena segala keputusan ada ditangannya.“Padahal keputusan personal itu dengan tetap merangkul Golkar dan PKS, bisa menjadi boomerang bagi Demokrat ke depan,” ujar dia.
Dalam pidato politiknya, presiden terkesan ingin memisahkan antara masalah koalisi politik di parlemen dengan situasi kabinet di pemerintahan. Itu terlihat dari isi pidato yang tidak pernah menyinggung soal reshuffle kabinet. SBY hanya mengatakan; perlu adanya evaluasi koalisi partai. Dia, lanjut Yunarto, tidak ingin kisruh koalisi politik mengganggu stabilitas di pemerintahan.
Menurut pengamat politik lulusan Magister Manajemen Universitas Indonesia itu, sikap SBY itu menunjukkan jika dia memperhitungkan logika matematis, yakni, menghitung potensi kekuatan dan lawan politik di parlemen, tempat dimana kebijakan pemerintah banyak dikritisi selama ini. Itu dampak dari gagalnya pendekatan yang dilakukan demokrat kepada Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan).
Yunarto juga menilai Yudhoyono masih terlena dalam fatamorgana politik soal koalisi tambun untuk mengamankan kebijakan pemerintah di parlemen. Padahal selama ini hal itu tidak terbukti efektif. Sebut saja dua partai peserta koalisi, Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera yang selama ini banyak melawan kebijakan pemerintah di parlemen.
Lalu bagaimana kondisi koalisi ini ke depan? Yunarto menjawab,”saya pesimistis kalau koalisi ini tetap dibertahankan akan berjalan efektif, meski kontrak baru dibuat.” Menurut dia, koalisi gemuk ini pernah dipraktikan pemerintahan SBY pada periode 2004-2009.”Saat itu sama saja. Koalisi gemuk selalu seperti itu,” kata dia menegaskan.
MUHAMMAD TAUFIK