TEMPO Interaktif, Jakarta - PT PLN (persero) mulai mengoptimalkan tenaga angin untuk dijadikan sumber energi pembangkit listrik. Tahun ini, setidaknya PLN menargetkan untuk mengembangkan tenaga alternatif tersebut di tiga wilayah di Indonesia.
"Yaitu Singkil di Aceh, Sumba ,dan Sukabumi," kata Direktur Perencanaan dan Teknologi PLN, Nasri Sebayang, Senin (28/3) di Jakarta.
Nasri memaparkan, dengan teknologi terbaru diperlukan setidaknya lokasi yang memiliki kecepatan angin minimal 2-3 meter per detik untuk digunakan sebagai sumber energi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB). Saat ini potensi angin yang tersedia di Indonesia dengan kecepatan tersebut mencapai sekitar 9.268 Megawatt.
Dalam waktu dekat PLN menargetkan sudah dapat menggunakan PLTB di Sukabumi hasil pengembangan produsen swasta Viron Energy."Maret ini kita harapkan sudah selesai tanda tangan persetujuannya, dan bia dioptimalkan," kata dia. PLTB yang berada di Sukabumi tersebut nantinya akan menjadi PLTB skala besar pertama yang dibangun secara bertahap hingga berkapasitas 30 Megawatt.
Harga beli dari listrik tenaga angin tersebut hanya sebesar Rp 820 per Kwh, lebih murah ketimbang harus gunakan bahan bakar minyak yang mencapai Rp 2.400 per Kilowatt Hournya.Setiap pembangunan PLTB dengan daya 1 Megawatt, dibutuhkan investasi sebesar US$ 3 juta.
PLTB Sumba, Nusa Tenggara Timur, dan PLTB Singkil akan dijadikan sebagai proyek ujicoba selama 6 bulan terlebih dahulu. "Kalau ini berhasil akan dijadikan produksi nasional," ujarnya. Satu pembangkit yang akan dibangun berkapasitas sebesar 200 Kw hingga 1 megawatt. "Kecil-kecil tapi akan kita bangun banyak," jelas Nasri. Sesuai kebutuhan listrik daerah Sumba, PLN menargetkan untuk membangun PLTB dengan total kapasitas 10 MW. Sementara untuk Singkil, masih dikaji terlebih dahulu.
Berdasarkan data Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2010-2019, total pembangkit listrik tenaga angin yang akan dibangun di Indonesia hingga 2019 mencapai 74 megawatt dengan nilai investasi US$ 222 juta. Pengembangan tenaga angin selama ini terkendala karena kecepatan angin yang tinggi dan stabil hanya ada di lokasi-lokasi tertentu, sehingga untuk mengembangkan angin dengan kecepatan rendah dibutuhkan teknologi tinggi.
"Kalau dengan kecepatan rendah itu berhasil, maka akan kita teruskan dan kembangkan di wilayah lainnya. Terutama Indonesia Timur yang memiliki potensi angin cukup besar," tegas Nasri.
GUSTIDHA BUDIARTIE