Menurut dia, banyak di antara pengungsi yang terlihat ketakutan. Hal itu karena pada saat bencana berlangsung, mereka melihat datangnya air bercampur kayu dan lumpur menerjang pemukiman warga.
Gejala yang dialami para pengungsi rata-rata susah tidur, gelisah dan indikasi stres lainnya. Gejala kejiwaan juga diperparah dengan kondisi tempat pengungsian yang kurang memadai. “Ada di antara mereka yang tekanan darahnya mendadak tinggi karena tidak biasa tinggal di tempat pengungsian,” ujarnya.
Karena itu, lanjut Dedi, untuk mengantisipasi agar penderita gangguan jiwa tidak meluas, diperlukan pelayanan kesehatan jiwa dan pelatihan pendampingan di tempat pengungsian. Dia mengaku untuk melakukan rehabilitasi kejiwaan pengungsi, PMI Ciamis telah menerjunkan 15 orang personel. Selain itu juga disiapkan dua buah mobil ambulance.
Hal senada diungkapkan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Ciamis Odang Ruhiat Widjaya. Selain mengalami gangguan kejiwaan, banyak di antara pengungsi yang mulai sakit. “Banyak juga yang sakit, tapi sudah ditangani tim medis. Sedangkan yang parah dirawat di puskesmas,” ujarnya.
Odang menambahkan, hampir semua warga Desa Padamulya, kini mengungsi ke tempat yang lebih aman. Jumlah pengungsi saat ini tercatat sebanyak 3 ribu orang. Mereka tersebar di 40 titik pengungsian. “Perkampungan sekarang dikosongkan karena khawatir terjadi banjir bandang susulan. Apalagi kandungan air di atas gunung masih banyak,” ujarnya.
Baca Juga:
Bencana longsor dan banjir lumpur ini diakibatkan robohnya tebing di kaki Gunung Syawal setelah diguyur hujan sejak Ahad malam lalu. Peristiwa nahas ini berlangsung pada Senin (29/3) sekitar pukul 15.00 WIB. Material longsor menimpa lima dusun di antaranya dusun Ciawitali, Depok, Bojong, Seda Kaler dan Dusun Seda Kidul.
Akibat bencana ini tiga orang warga tewas tertimbun dan tersapu banjir lumpur. Selain itu 200 rumah warga rusak, di antaranya sebanyak 52 rumah rusak berat dan 150 rumah rusak ringan.
Sigit Zulmunir