TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak mendesak Kepolisian Sektor Johar Baru, Jakarta Pusat segera membebaskan DS, 14 tahun, bocah yang dituduh mencuri kartu perdana telepon seluler senilai Rp 10 ribu. DS kini mendekam di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
"Ini sudah berlebihan. Anak yang membunuh saja bisa dibebaskan," kata Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, di Kantornya Selasa (5/4).
Ia mengatakan Kepala Polsek Johar Baru menyalahi prosedur penanganan kasus anak sesuai dengan Surat Keputusan Bersama yang ditandatangai langsung Kapolri. "Masa dia (Kapolsek) tidak tahu ada SKB ini. Padahal, SKB-nya disebar oleh Bareskrim dan ada buku sakunya. Kalau tidak tahu, ya tanya," ujarnya.
Komnas menilai Polsek Johar Baru pun tidak bisa membuktikan kalau DS mencuri karena tidak ada laporan langsung dari penjual voucher. "Polisi ada di situ saat ada tawuran. Kalau kaca pemilik rusak, bukan berarti anak itu pelakunya," kata Arist.
Selain minimnya keterangan saksi, kata dia, polisi seharusnya melimpahkan kasus itu ke Polres Metro Jakarta Pusat karena di Polres ada unit khusus yang menangani kasus anak. "Ini juga salah prosedur. Tahap awal yang harus dilakukan adalah memanggil sekolah dan orang tua. Itu juga sebagai hukuman bagi anak," kata dia.
DS sendiri sudah 21 hari mendekam di penjara. Kasus ini berawal saat ada tawuran di Kampungnya di Gang 12 Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat pada 10 Maret lalu pukul 17.30 WIB. Saat itu siswa SMP Al Jihad itu bersama temannya RW dan ML berlindung di dekat toko penjual voucher yang hancur saat tawuran.
Dalam perjalanan pulang, DS menemukan kartu perdana. Siswa kelas 2 SMP itu kemudian diteriaki maling dan ML tertangkap. Esoknya, RW dan DS ditangkap di rumahnya. "Kasus ini mencoreng Kapolri yang sudah menandatangani SKB, di mana untuk kasus anak bisa dilakukan restorasi justice," katanya.
Komnas Anak mencatat sampai saat ini paling tidak ada 37 kasus anak, baik pelaku maupun korban, yang diproses hukum. Jumlahnya meningkat sekitar 18 persen dibandingkah tahun lalu.
ALWAN RIDHA RAMDANI