Dengan penambahan masa pakai, menurut Setyo, warga asing lebih tertarik menempati hunian dan berinvestasi, baik di bidang properti maupun sektor lain. Pengeluaran warga asing pun dapat menguntungkan Indonesia. "Ditambah lagi ambang batas pembelian (threshold) di atas Rp 1,5 miliar. Jika dikalikan 10 ribu, warga asing berpotensi hingga Rp 15 triliun per tahun," ujarnya.
Soal masa tinggal warga asing, kata Setyo, sampai saat ini masih menjadi perdebatan di Dewan Perwakilan Rakyat. Kepemilikan asing merupakan salah satu poin dalam Rancangan Undang-Undang Rumah Susun yang baru ditunda pengesahannya. Dia berharap mundurnya pengesahan RUU itu dapat mengakomodasi usul semua pihak, terutama kepemilikan asing.
Baca Juga:
Vice President Commissioner PT Intiland Development Hendro S. Gondokusumo menyebutkan hak pakai warga asing selama 99 tahun merupakan hal wajar di negara Asia. Hak pakai selama 99 tahun akan berdampak positif pada dunia usaha, semisal di sektor makanan dan otomotif.
Hendro menyadari minat warga asing terhadap properti belum banyak. Namun dia yakin peminat akan bertambah. "Ada efek berganda. Dengan lebih banyak membangun, warga asing akan mulai melirik," katanya. Dia memberi contoh Malaysia yang memberi peluang kepada 500 ribu warga asing membeli properti.
Kepala Riset Procon Herully Suherman menilai permukiman yang menarik warga asing masih di dua lokasi: Bali dan Jakarta. Alasannya, di Bali sudah terbentuk komunitas warga asing sehingga mereka menemukan kenyamanan. "Kalau di Jakarta, lokasi di pusat bisnis (CBD) ke arah selatan," tuturnya.
SUTJI DECILYA