Rencananya, bandar udara Bojonegoro akan dibangun di tanah seluas 250 hektare. Dimulai tahun 2011 ini dan akan rampung 2016 mendatang. Lokasi bandara kemungkinan berada di tiga kecamatan, yaitu Ngasem, Dander dan Kalitidu. Namun, lokasi tersebut masih bisa berubah sesuai hasil survey dari Kementerian Perhubungan yang akan meninjaunya.
Juru Bicara Pemerintah Kabupaten Bojonegoro Mahmudin mengatakan, anggaran Rp 300 miliar diambil dari pihak ketiga. Nantinya, dalam jangka waktu 25 tahun, bandar udara ini, akan otomatis menjadi milik Pemerintah Bojonegoro. “Tentunya setelah pembayaran lunas,” ujarnya pada Tempo, Jumat (8/4).
Sekarang ini, lanjut Mahmudin, Bupati Bojonegoro Suyoto, tengah berada di Jakarta dan menemui Menteri Perhubungan. Pertemuan keduanya dalam rangka perizinan pembangunan bandar udara. Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Soekarwo telah memberikan rekomendasi soal perizinan bandar udara itu.
Jika izin dari Menteri Perhubungan sudah ada, akan dilanjutkan dengan penelitian tim survey ke calon lokasi bandar udara. Survei misalnya mengenai lokasi, kontur tanah, hingga tekanan udara di daerah yang akan dituju.
Untuk tahap awal, bandar udara Bojonegoro, akan dibangun untuk tipe perintis, yaitu dengan panjang landas pacu 1,2 kilometer. Biasanya, landas pacu ini khusus untuk pesawat jenis kecil seperti Fokker, dengan penumpang maksimal 29 orang.
Bandar udara Bojonegoro, nantinya bisa untuk penerbangan antar-kabupaten di Jawa Timu, seperti ke Banyuwangi, Madura, Jember, Malang dan Surabaya. “Ini bandar udara untuk umum,” ujarnya.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro Sigit S menyatakan, pada prinsipnya DPRD setuju soal pembangunan lapangan terbang. Tetapi sekarang ini kendalanya ada di pusat, yaitu di Kementerian Perhubungan dan BP Migas. Hal itu lantaran lokasi yang direncanakan menjadi bandara berada di sekitar blok Cepu yang tanahnya adalah milik BP Migas.
Kendala lain, lanjut Sigit, pembangunan lapangan terbang juga tengah diusulkan oleh Kabupaten Blora, kabupaten tetangga yang masuk provinsi Jawa Tengah. Lokasinya di Ngloram, Desa Kapuan, Kecamatan Cepu, yang juga sudah mendapat persetujuan dari gubernur Jawa Tengah. “Pertanyaannya tinggal mana yang akan disetujui oleh pemerintah pusat,” ujarnya, Jumat (8/4).
Sujatmiko