Revisi kontrak kode etik koalisi diakui partai koalisi sendiri tak banyak perubahan. Hanya terdapat penegasan terhadap kontrak lama. Dalam delapan butir kontrak baru yang sudah disepakati oleh para anggota koalisi ini merupakan turunan dari empat butir kesepakatan awal yang ditandatangani 15 Oktober 2009 lalu.
Dalam kontrak ini beberapa penegasan dibuat, misalnya soal pembentukan dan pengamanan kebijakan pemerintah dalam parlemen. Disebutkan, partai koalisi wajib mendukung kebijakan pemerintah di parlemen. Kontrak juga mengatur pembentukan sikap dan kebijakan bersama dalam sekretariat gabungan yang nantinya harus ditaati semua anggota koalisi. Ada pula mekanisme hukuman terhadap partai yang membangkang dalam koalisi. Partai yang tak menyepakati hasil keputusan Setgab akan dianggap mengundurkan diri.
"Soal kalkulasi politik masih akan mendominasi pelaksanaan kontrak baru, terutama soal mekanisme hukuman," kata Dodi. Karena itu keragu-raguaan SBY memberi hukuman menjadi faktor personal yang penting menjalankan kontrak. Dodi yakin SBY tak akan berani mendepak Golkar dan PKS jika keduanya kembali membandel dan melanggar kontrak koalisi.
Posisi koalisi akan lemah di parlemen jika Golkar dan PKS keluar. Golkar punya 18,8 persen suara di DPR sedangkan PKS mengantongi 10, 4 persen suara. Sementara posisi suara anggota koalisi din parlemen sendiri sekitar 68,8 persen dari seluruh suara yang ada.
Kontrak koalisi amat teknis ini, menurut Dodi menunjukkan dua hal penting. "Rendahnya level of trust diantara partai anggota koalisi dan rendahnya perilaku politik yang berlandaskan etika," kata alumnus Ohio State Uniiversity ini.
Menurut dia kontrak koalisi sebenarnya tak diperlukan. Di negara lain cukup dilakukan dengan gentlemen agreement saja. "Anehnya di Indonesia diformalkan diatas kertas," kata dia.
FEBRIYAN