TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) 2011-2015 Rita Subowo telah siap dengan terobosan baru di era periode kedua kepemimpinannya. Rita, yang kini masih menjabat sebagai Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), ingin membawa KOI sebagai organisasi modern.
"Dengan olahraga, kita menginginkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berprestasi. Tidak hanya di level senior tetapi juga di tingkat remaja," kata Rita dengan nada bersemangat. Visinya, ingin olahraga menjadi napas kehidupan bangsa dan negara.
Rita terpilih untuk kali kedua menjabat sebagai Ketua KOI. Dalam Kongres KOI yang berlangsung di Hotel Peninsula, Slipi, Jakarta, Kamis (21/4) kemarin, perempuan berusia 63 tahun ini terpilih secara aklamasi. "Terima kasih atas kepercayaannya yang luar biasa, saya merasa sangat terharu," ungkapnya di hadapan wartawan, usai pemilihan.
Rita mengatakan tugas KOI ke depannya tidak mudah. Dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang olahraga di Indonesia masih tertinggal jauh. Hal ini menjadi catatan sendiri bagi mantan Ketua Umum Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia ini.
Untuk itulah, tantangan KOI untuk memajukan prestasi atlet tanah air tidaklah mudah. Pola pikir yang selama ini hanya puas menjadi juara Pekan Olahraga Nasional (PON) dan SEA Games, menurutnya harus diubah. Rita mentargetkan, minimum 50 atlet tanah air bisa lolos kualifikasi Olimpiade London, 2012.
"Ini harus kita rencanakan, laksanakan, kontrol dan evaluasi agar tetap berjalan sesuai kerangka," kata Rita.
Dari level pusat hingga daerah, kata Rita, semuanya mulai harus melihat target yang lebih tinggi yaitu Olimpiade. "Jangan terlalu membina banyak cabang olahraga, tetapi yang menjadi unggulan saja," ujarnya.
Agar bisa mewujudkan misinya ini, KOI tidak bisa bekerja sendiri. Dengan tegas, Rita mengakui masih perlu mendapat bantuan pemerintah untuk persiapan dan pengiriman kontingen ke luar negeri. Mengirim atlet tidak hanya untuk dapat medali. Sasaran lain yang ingin dituju adalah menjalin hubungan untuk memajukan atlet remaja.
Sedangkan untuk pembinaan atletnya, KOI bekerja sama dengan KONI, misalnya program Indonesia Emas (Prima). Langkah lain lewat pembinaan di sentra-sentra olahraga yang tersebar di seluruh Indonesia. Ada delapan provinsi yang sekarang ditunjuk menjadi sentra olahraga, yaitu di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua.
"Potensi atlet unggulan kita tidak akan terjamah apabila tidak dibuatkan sentra-sentra," kata Rita. Pekerjaan rumah selanjutnya yang harus dikerjakan KOI bersama KOI adalah melengkapi sentra olahraga itu dengan fasilitas olahraga yang bagus. Untuk pembiayaannya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diharapkan bisa menjadi bapak angkat.
Rita mengharapkan semua fasilitas olahraga itu dibangun di kampus seperti yang telah dilakukan di Riau. Sehingga nantinya tidak hanya berfungsi untuk membina atlet, tapi bisa digunakan untuk merebut penawaran menjadi tuan rumah event internasional.
Sekarang ini, KOI telah menerapkan kerja sama dengan Universitas Pelita Harapan (UPH). Universitas swasta tersebut akan dibangun menjadi training center olimpiade remaja yang akan dilaksanakan di 2014 di Nanjing.
"Kalau tanpa terobosan seperti itu kita nanti yang lain pakai kereta cepat, kita masih pakai kereta lamban," kata Rita yang mengaku siap bekerja sama dengan siapa pun dan bersedia menerima kritik.
RINA WIDIASTUTI