TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan aktivitas cuci otak yang dilakukan jaringan organisasi NII terhadap sejumlah siswa dan mahasiswa di Indonesia merupakan bukti adanya aktivitas makar yang jelas.
Menurut Mahfud, pemerintah harus segera menindak tegas seluruh pelaku cuci otak yang tujuannya menanamkan ide perlawanan terhadap ideologi negara Pancasila secara paksa itu.
Perlawanan terhadap ideologi negara bebas, kata Mahfud, dilakukan apabila masih dalam bentuk pemikiran karena itu merupakan bagian dari demokrasi. Namun, apabila ide itu sudah dijalankan dalam bentuk langkah nyata seperti meledakkan bom, mencuci otak, dan membuat rekening untuk penggalangan dana yang bertujuan melawan ideologi negara, hal itu bisa disebut makar.
"Pengeboman, cuci otak, dan pembuatan rekening itu jelas makar dan harus segera ditindak," ujar Mahfud seusai menguji disertasi Khoirudin, mahasiswa program doktoral pascasarjana Hukum UII, bersama anggota DPR RI Gayus Lumbun, Senin, 2 Mei 2011.
Menurut Mahfud, tindakan tegas terhadap jaringan NII memang sulit karena organisasi ini bergerak di bawah tanah dan bukan termasuk organisasi resmi. Tapi, katanya, buktinya sudah ada dan secara jelas mereka menanamkan ide bahwa di Indonesia tidak ada masyarakat Islam dan hanya ada masyarakat Pancasila, sehingga harus dilawan.
"Seratus enam puluhan anak-anak sekolah dan mahasiswa telah terbukti dicuci otaknya. Jadi, tentu bisa dilacak pelaku-pelakunya," kata Mahfud.
Dia mengusulkan semua kampus di Indonesia menggiatkan pengajaran mata kuliah civic education untuk memperkuat pemahaman mahasiswa terhadap ideologi negara.
Upaya ini, menurutnya, akan memperkecil peluang kemunculan pengaruh ideologi organisasi yang melawan ideologi Pancasila. "Saat ini Pancasila saja banyak tidak dihafal oleh mahasiswa," ucapnya.
Pada kesempatan lain, Direktur Kemahasiswaan UGM, Sentot Haryono, mengatakan agak kecewa dengan kinerja kepolisian yang terkesan lamban dalam menangkal perluasan aktivitas NII mengingat gejalanya sudah lama muncul, terutama di Yogyakarta.
"Kesannya, aparat keamanan baru bertindak saat kasus NII meledak dan muncul di banyak media. Jadi, memang agak telat," kata Haryono di sela-sela acara sarasehan nasional 2011 tentang implementasi nilai-nilai Pancasila dalam menegakkan konstitusionalitas Indonesia hari ini.
Menurut Haryono, UGM telah berkoordinasi dengan semua civitas akademika di kampus itu untuk melakukan tindakan preventif mencegah meluasnya paham NII di kalangan mahasiswa.
Kata dia, UGM kini memfokuskan perhatian untuk mengkonsolidasikan semua unit kegiatan mahasiswa bidang kerohanian agar mewaspadai NII. "Tahun ini kami juga akan memasukkan materi anti-NII di booklet yang akan dibagikan terhadap mahasiswa baru," ujarnya.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM