Efek yang timbul saat mengkonsumsi ganja adalah euforia, yaitu rasa senang yang tidak diketahui penyebabnya dan juga delusi, yaitu munculnya paham atau rasa percaya pada apa yang dianggap benar, padahal tidak. Efek ini, kata Dadang, akan menimbulkan dampak jangka panjang berupa gangguan mental dan perilaku pada pengguna.
Pengguna ganja, menurut Dadang, akan mengalami keadaan mal-adaptif atau tidak bisa beradaptasi dengan kenyataan. Dadang mengatakan ia sering merawat pasien yang mengalami gangguan akibat ganja ini. "Yang awalnya baik-baik saja, setelah memakai ganja berubah 180 derajat jadi sering bolos, produktivitasnya menurun. Ini mau jadi apa?" katanya.
Karena efek buruk ini, Dadang menyatakan sudah tepat penggolongan ganja sebagai narkotika. "Karena pemakaian ganja memang tidak membuat orang sakit secara badan, tapi sakit di pikirannya," kata Dadang.
Ia juga mengatakan tidak pernah mendengar ada pemakaian ganja untuk keperluan medis, seperti kemoterapi untuk kanker atau pengobatan HIV/AIDS. "Penelitian dari mana itu? Bohong itu," katanya. Dunia kedokteran, katanya, saat ini sudah mulai meninggalkan zat yang bersifat adiktif untuk keperluan medis. "Morfin saja sekarang sudah tidak dipakai, diganti dengan analgesik (penghilang rasa sakit) yang tidak membuat kecanduan," katanya.
Sebelumnya, Lingkar Ganja Nusantara pagi ini melakukan aksi di Patung Tugu Tani, Jakarta Pusat, menuntut legalisasi ganja. Mereka beralasan ganja memiliki berbagai manfaat, misalnya dalam bidang medis, yaitu sebagai kemoterapi untuk kanker.
RATNANING ASIH