TEMPO Interaktif, Jakarta - Asosiasi Eksportir Ikan Hias Indonesia (AEIH) meminta pemerintah melonggarkan regulasi mengenai impor benih ikan hias dan kuotanya. Menurut Ketua Umum AEIH, Anton Saksono, beberapa regulasi yang perlu dibenahi oleh pemerintah di antaranya ketentuan prosedur ekspor dan pembebasan kuota benih ikan hias.
Dia menambahkan, Indonesia tak bisa terus mengandalkan hasil tangkapan ikan hias dan harus melakukan budidaya untuk memenuhi permintaan luar negeri. "Pemerintah harus beri regulasi yang benar. Masa ikan yang mau diekspor harus melewati x-ray di bea cukai selama 10 jam. Ikan keburu mati duluan, dong," kata Anton saat coffee morning dengan wartawan di kantor Direktorat Perikanan Budidaya, Ragunan, Jakarta, Jumat 20 Mei 2011.
Prosedur impor benih ikan hias juga dinilai menyulitkan. Selama ini, lanjutnya, untuk bisa melakukan impor benih ikan hias, setidaknya perlu waktu hingga tiga bulan. Padahal, kebutuhan ikan hias untuk ekspor benihnya dipasok dari impor. "Sekitar 85 persen ikan hias benihnya dipenuhi dari impor," ujarnya.
Sekretaris Jenderal AEIH, Hendra Iwan Putra, mengatakan Indonesia banyak mengekspor ikan hias jenis Tetra Cardinal dan Tetra Neon. Pasar ekspornya ke Eropa, Amerika Serikat dan Timur Tengah. Dari segi harga, kata dia, meski tak terlalu tinggi, namun volume ekspornya bisa meningkatkan keuntungan.
"Harga tetra itu sekitar Rp 1.500 per ekor. Tapi sekali ekspor bisa sampai 20 ribu ekor per bulan. Jadi, lumayan nilai ekspornya keseluruhan," ujarnya dalam kesempatan sama.
Namun, dia menyayangkan akibat krisis global, sejak dua tahun lalu ekspor ikan hias mengalami penurunan sekitar 30 persen. Di juga khawatir tahun ini ekspor kembali anjlok sebab muncul negara-negara pesaing untuk ekspor ikan hias. Negara pesaing yang perlu diwaspadai, kata dia, yakni Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.
"Karena itulah, kalau tahun ini pemerintah tidak juga mengatur masalah regulasi, bisa-bisa permintaan ekspor ikan hias kita makin anjlok," katanya.
Direktur Pengembangan Produk Non Konsumsi Kementerian Kelautan dan Perikanan Maman Hermawan mengakui hampir 60 persen ikan hias nasional masih sangat bergantung pada hasil tangkapan alam. Akibatnya, pasokan ikan hias Indonesia terancam tersendat
"Kalau hanya mengandalkan dari alam suatu saat akan terjadi kepunahan. Apalagi habitat alami ikan hias seperti di Kalimantan, Sumatea, dan Papua semakin kritis. Sistem logistik kita juga tidak sebagus Singapura," ungkapnya.
Berdasarkan data KKP, pada 2009 Indonesia baru menguasai 3,12 persen pangsa pasar ikan hias dunia. Indonesia berada di urutan sembilan dunia dengan nilai ekspor US$ 11,6 juta. Nilai tersebut jauh di bawah Singapura yang menempati urutan pertama. Singapura mengusasi 16,08 persen pangsa pasar ikan hias dengan nilai ekspor US$ 60,08 juta.
ROSALINA