TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines Sardjono Jhony Tjitrokusumo diperiksa Kejaksaan Agung terkait pengadaan Merpati MA 60 yang salah satunya jatuh di perairan Kaimana, Papua Barat, beberapa waktu lalu. “Lumayan banyak. Saya lupa lagi berapa pertanyaan,” ujarnya selepas pemeriksaan di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Rabu, 25 Mei 2011.
Seperti diketahui, salah satu pesawat Merpati MA60 jurusan Papua-Jakarta jatuh di perairan Kaimana pada 7 Mei lalu. Sebanyak 27 orang meninggal dunia dalam musibah itu. Jenis MA 60 yang jatuh di perairan Kaimana itu baru menjalani 615 jam terbang dan melakukan rotasi sebanyak 764 kali penerbangan.
Pesawat itu belum pernah menjalani perawatan berkala skala besar, kecuali perawatan harian dan pemantauan 100 jam. Usai peristiwa kecelakaan itu, sejumlah pihak menyoalkan pembelian pesawat asal Cina tersebut. Belakangan ditelisik ihwal pembelian pesawat terbang milik pemerintah yang indikasi terdapat korupsi dan belum mendapat lisensi dari Federal Aviation Administration (FAA) Amerika Serikat sebagai lisensi penerbangan internasional.
Dalam keterangannya, Sardjono menyatakan sejak diangkat 27 Mei tahun lalu, jajaran Direksi Merpati tidak melakukan perubahan soal pengadaan pembelian pesawat dari perusahaan Cina itu. “Tidak ada hal yang baru,” ujarnya. “Sertifikasinya sudah ada, kemudian proses financing-nya sudah ada. Business plan untuk mengoperasikan MA 60 sudah ada. Jadi, kami tinggal melihat kelayakan terbang.”
Tidak banyak yang dijelaskan Sardjono sesuai dengan pemeriksaan yang dilakukan sekitar empat jam tersebut. Namun, ia mengklaim tidak ada kesalahan dalam pembelian pesawat Merpati MA60 tersebut. “Tidak ada itu,” ujarnya.
Sementara itu, saat dimintai komentarnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) baru, Andi Nirwanto, belum bisa menyimpulkan hasil penyelidikan terhadap Direktur Merpati itu, apakah ditemukan unsur kesalahan atau tidak dalam pengadaan pesawat itu. ”Nanti tim penyidik yang akan menyimpulkan,” ujarnya.
Proses pengadaan pesawat MA 60 dimulai sejak 2005, untuk menggantikan armada Merpati Airlines yang sudah tua. Pada 24 November 2005 terjadi kesepakatan antara Merpati Nusantara Airlines dan Xi'an Aircraft Industry untuk pembelian 15 unit pesawat MA 60.
Pada 7 Juni 2006, Merpati menindaklanjuti kesepakatan itu dengan mengusulkan harga pesawat sebesar US$ 11,6 juta per unit. Total harga 15 unit sebesar US$ 174 juta. Pembelian pesawat ini menggunakan pinjaman dari Bank Exim Cina dengan pola pembayaran selama lima tahun oleh jaminan Pemerintah Indonesia.
JAYADI SUPRIADIN