TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, penanganan impor daging sapi akan dialihkan ke Kementerian Perdagangan, dan tidak lagi menjadi wewenang Kementerian Pertanian. Hal ini sudah dibahas dalam rapat koordinator di Kementerian Koordinator Perekonomian.
"Saya menegaskan ke depan untuk impor daging sapi dikelola saja oleh Menteri Perdagangan," kata Hatta di Kantor Presiden, Senin 6 Juni 2011. Kuotanya dibahas dalam rapat Kementerian Perekonomian. Sehingga pemerintah dapat mempertimbangkan seluruh aspek sebelum membuka keran impor sapi atau daging sapi.
Nantinya, Kementerian Pertanian khusus mengembangkan kemandirian di bidang produksi dalam negeri menuju pada swasembada daging sapi. "Saat ini masih dalam proses transisi," ujar Hatta. Ia berharap jangka menengah hingga 2014 kebutuhan daging sapi dalam negeri bisa terpenuhi.
Misalnya, mengembangkan peternakan di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua. "Tiga daerah ini bisa dijadikan lumbung pangan daging kita," katanya. Untuk impor kuotanya pemerintah akan mendengarkan masukan seluruh aspek, termasuk kemampuan pasokan sapi lokal dari importir dan kebutuhan sebenarnya. Keputusan itu dikontrol Menteri Perdagangan.
Menurut Hatta, rencana Australia yang menghentikan ekspor sapi dapat selesai jika tidak ada ketergantungan kepada impor. Rencana ini disebabkan proses penjagalan di Indonesia dinilai tidak melalui proses yang baik. "Intinya jangan tergantung kepada impor. Kembangkan sapi lokal," katanya.
Pemerintah tidak harus tergantung pada satu tempat dalam mengimpor sapi dan memenuhi kebutuhan sapi dalam negeri. Jika Australia tetap menutup ekspor sapi ke Indonesia, Hatta mengaku tidak khawatir. Menurutnya, masih ada negara lain yang mau mengekspor sapi ke Indonesia, yaitu Selandia Baru dan Brasil.
Sedangkan ihwal praktik kekejaman di rumah pemotongan hewan, ia mengaku ada sejumlah daerah yang menerapkan kualitas penjagalan yang kurang baik. Hatta mengatakan soal tersebut bisa dibenahi dengan memberikan standar kualitas yang lebih baik. "Itu semua bisa dibenahi," katanya.
EKO ARI WIBOWO