TEMPO Interaktif, Jakarta - Kementerian Pertahanan akan mengevaluasi sembilan perusahaan yang mengantongi izin produksi dan distribusi bahan peledak. Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Pos M. Hutabarat, mengatakan evaluasi dilakukan karena selama izin diberikan, perusahaan-perusahaan ini tidak juga memproduksi bahan peledak di dalam negeri.
Sembilan perusahaan itu adalah PT. Dahana, PT. Pindad, PT. Multi Nitrotama Kimia, PT Armindo Prima, PT. Trivita Perkasa, PT. Tridaya Esta, PT. Asa Karya Multipratama, PT Aeka Gas Indonesia dan PT. Maxis.
"Dari hasil evaluasi itu kementerian akan mengambil tindakan," katanya di Jakarta, Selasa 14 Juni 2011. Tindakan yang diambil kementerian bisa berupa tidak memberikan perpanjangan izin atau tidak lagi memberikan rekomendasi impor bahan peledak untuk perusahaan-perusahaan itu.
Pos Hutabarat mengatakan izin yang diberikan pada perusahaan sebenarnya izin produksi. Meski diperbolehkan impor, secara bertahap mereka harus mulai memproduksi bahan peledak di dalam negeri. Tapi kenyataannya ke-sembilan perusahaan itu selama ini hanya impor.
Akibatnya pengembangan produksi bahan peledak di dalam negeri sangat lamban. Pemerintah menargetkan pada 2014 kebutuhan bahan peledak sepenuhnya disuplai dari industri domestik. Tapi sampai saat ini baru 40-60 ribu ton bahan peledak amonium nitrat yang diproduksi di dalam negeri, sisanya diimpor.
Pos mengatakan kebutuhan bahan peledak di dalam negeri mencapai 450 ribu ton per tahun dan diperkirakan terus naik sampai 700 ribu ton pada 2014. Dari sembilan perusahaan yang mendapatkan izin produksi, hanya PT. Dahana dan PT. Multi Nitrotama Kimia yang sudah mulai memproduksi bahan peledak sendiri.
Evaluasi akan dilakukan dalam dua sampai tiga minggu mendatang. "Mereka (perusahaan) akan dipanggil dan diminta melakukan review untuk menjelaskan masalah apa yang dihadapi sehingga belum bisa produksi," kata Pos. Ia mengatakan kementerian akan mengambil tindakan secepatnya pada awal bulan mendatang.
KARTIKA CANDRA