TEMPO Interaktif, Jakarta - Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Luky Eko Wuryanto mengatakan ketidaktersediaan infrastruktur membuat pertumbuhan ekonomi hanya bisa mencapai maksimal 6 persen. Kapasitas infrastruktur yang ada sekarang, dinilai belum cukup mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
“Padahal potensinya bisa mencapai 9 persen,” kata Luky, Selasa, 14 Juni 2011.
Menurut Luky, terdapat sejumlah kendala dalam pembangunan infrastruktur di negeri ini. Keterlibatan swasta sejauh ini masih menghadapi banyak hambatan karena jaminan pemerintah dalam bentuk peraturan tidak sepenuhnya bisa menjamin swasta berbondong-bondong masuk ke sektor infrastruktur.
Saat ini setidaknya ada dua beleid yang mengatur pemberian insentif fiskal bagi sektor swasta yakni Peraturan Presiden nomor 13 tahun 2010 tentang Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur dan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang Bidang Usaha Tertentu di Daerah Daerah Tertentu.
“Tapi itu saja tidak cukup, masih ada yang dikeluhkan dan perlu diperbaiki” kata Luky.
Ia mencontohkan Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 2008 yang belum memasukkan infrastruktur sebagai sektor yang mendapat keringanan pajak (tax allowance). Karena itu dia mengharapkan agar sektor infrastruktur yang strategis bisa mendapat tax allowance.
Infrastruktur yang strategis itu adalah yang bisa mempercepat dan memperluas kegiatan ekonomi. “Misalnya pelabuhan besar di daerah timur Indonesia, dan perannya besar dan penting kalau ada pelabuhan dan listrik di sana,” katanya.
Luky mengatakan apabila pemerintah ingin mengundang swasta masuk, maka yang harus dilakukan adalah memberikan karpet merah dalam bentuk iklim investasi kondusif dan adanya kepastian hukum. “Yang penting bagaimana setiap kementerian, mengubah cara pandang. Bahwa sebaiknya yang dibiayai pemerintah adalah yang swastanya tidak tertarik dan segi bisnis tidak menguntungkan,” katanya.
Contoh lain adalah pembangunan pengolahan nikel di Halmahera, yang tidak tersedia infrastruktur pendukung, dan pada saat yang sama pemerintah tidak mampu untuk membangun, “Apakah pemerintah punya mekanisme insentif agar swasta menyediakan atau membangun infrastruktur. Ini yang harus dilakukan agar membuat swasta betah,” katanya.
Pemerintah harus mempunyai mekanisme kompensasi atas masuknya swasta dalam pengembangan infrastruktur. “Karena swasta juga sudah membantu pemerintah untuk menyediakan infrastruktur,” katanya.
IQBAL MUHTAROM