TEMPO Interaktif, Mataram - Pembangunan kawasan wisata Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), membutuhkan pembiayaan investor.
Pelaksana tugas Kepala Badan Penanaman Modal NTB Hery Erpan Rayes menjelaskan, kawasan wisata Mandalika seluas 1.250 hektare yang diperindah pantai pasir putihnya sepanjang 7,5 kilometer hingga saat ini belum bisa dikelola karena belum mendapatkan kejelasan siapa investor yang berminat mengucurkan dananya.
Menurut Hery Erpan Rayes, Bali Tourism Development Corporation (BTDC) selaku BUMN yang diserahi tugas mengelola kawasan wisata di Kabupaten Lombok Tengah, sudah meminta izin Gubernur NTB Muhammad Zainul Madjdi untuk mendapatkan pinjaman.
”Supaya BTDC segera bisa action, sehingga nilai kawasan lebih bagus harganya,” kata Hery Erpan Rayes kepada Tempo, Minggu, 19 Juni 2011. Hery belum bisa menjelaskan jumlah dana yang dibutuhkan untuk ditawarkan kepada calon investor.
Sementara itu, Gubernur NTB Muhammad Zainul Madjdi telah menyiapkan bahan presentasi untuk dipaparkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dalam presentasi tersebut, diperinci keseluruhan kebutuhan investasi mencapai US$ 3,35 miliar atau sekitar Rp 30 triliun. Biaya tersebut akan digunakan untuk membangun fasilitas publik dan privat.
Pada lahan seluas 270 hektare bisa didirikan 7.620 unit bangunan dan di atas lahan 210 hektare bisa dibangun 7.039 kamar hotel.
Sebelumnya, kawasan wisata Mandalika diminati Emaar Properties, perusahaan negara milik Pemerintah Uni Arab Emirat.
Tapi, kemudian dibatalkan akibat krisis ekonomi. Padahal, semua kebutuhan infrastruktur mulai disiapkan. Di antaranya bandara internasional Lombok senilai Rp 945,8 miliar, kebutuhan air bersih, jalan by pass, dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap 25 megawatt (MW) senilai Rp 296 miliar.
Ketua Komisi III Bidang Infrastruktur dan Lingkungan Hidup Dewan Perwakilan Rakyat Daerah NTB Misbach Mulyadi mengatakan, ada calon penanam modal yang akan melakukan presentasi di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal di Jakarta untuk menggarap kawasan Mandalika.
Misbach pun meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan fasilitas pembiayaan dari APBN. Selain itu, diperlukan kemudahan pinjaman kepada konsorsium nasional yang berminat membangun kawasan wisata Mandalika.
”Konsorsium nasional sudah ada yang berani menyulap kawasan wisata Mandalika dalam waktu dua tahun,” ujar Misbach meski belum bisa menyebutkan nama konsorsium yang dimaksud.
Pembangunan kawasan wisata Mandalika, kata Misbach, perlu segera diwujudkan. Apalagi Pemerintah Provinsi Bali telah menyatakan moratorium pembangunan hotel baru.
Bahkan, jika segera ada investor yang membangun kawasan wisata Mandalika, Pemerintah Provinsi NTB siap jika ditunjuk sebagai tuan rumah pelaksanaan konferensi APEC 2013.
Menurut Misbach, investasi yang dibutuhkan untuk membangun fasilitas pelaksanaan APEC diperkirakan mencapai US$ 400 juta. Di antaranya pembangunan infrastruktur, termasuk sekitar 20 hotel berbintang dan convention hall yang mampu menampung 3.000-4.000 orang.
Jika kawasan wisata Mandalika dijadikan tempat pelaksanaan konferensi APEC, hal itu akan memberikan dampak ketersediaan lapangan kerja.
Dengan membangun 20 hotel baru dengan 200 kamar setiap hotel, dengan rasio satu kamar butuh tujuh karyawan, bakal diserap 28 ribu pekerja.
”Maka, dalam waktu sebulan ini harus diputuskan penunjukan investor ataupun mekanisme pendanaannya. Investor bisa merampungkan pekerjaannya dalam 18 bulan,” ucap Misbach.
Menurut Misbach, jika pembangunan kawasan wisata Mandalika terlaksana, pemerintah daerah akan mendapatkan manfaat lebih besar dibandingkan harus memperebutkan tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara senilai US$ 245,7 juta.
Misbach juga menjelaskan, kawasan wisata Mandalika juga pernah diminati jaringan hotel internasional. Di antaranya JW Marriot, Ritz-Carlton, Banyan Tree, dan Sheraton. Namun, hingga saat ini tidak ada tanda-tanda kelanjutannya.
SUPRIYANTHO KHAFID