TEMPO Interaktif, Jakarta - Ekspor kopi Arabika kualitas rendah mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir. Di Sumatera Utara, peningkatan ekspor kualitas rendah sudah mencapai 10 persen dari volume pengiriman. "Dari lima ribu ton kopi yang diekspor, sebanyak 500 ton di antaranya adalah kopi kualitas rendah," kata Wakil Ketua Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Sumatera Utara, Saidul Alam, Jumat 24 Juni 2011. Padahal, kata dia, kopi kualitas rendah biasanya hanya untuk konsumsi dalam negeri.
Peningkatan ini diperkirakan karena adanya perbedaan harga yang cukup tajam antara kopi kualitas tinggi dan rendah. Harga kopi kualitas tinggi sudah mencapai US$ 9 per kilogram, sedangkan kopi kualitas rendah hanya US$ 3,5 per kilogram. "Harga kopi kualitas rendah sekarang sudah setara dengan harga kopi dengan kualitas tinggi," kata Saidul.
Permintaan paling kopi kualitas rendah kebanyakan datang dari pembeli Eropa Timur dan Timur Tengah. "Mereka mengatakan, kopi kualitas rendah digunakan untuk produksi massal, misalnya untuk produk kopi dalam kemasan yang dijual di supermarket."
Saidul memperkirakan, permintaan kopi kualitas rendah bakal terus meningkat sampai tahun depan. Selain itu, harga kopi yang tinggi terjadi karena ketidakseimbangan permintaan dan penawaran. Konsumsi kopi dunia meningkat dalam beberapa tahun terakhir, namun kenaikan permintaan tidak diimbangi pasokan yang cukup.
Berdasarkan data yang dihimpun AEKI, konsumsi kopi dunia meningkat sebesar 7,5 persen dalam lima tahun terakhir. Pada 2009, konsumsi sudah mencapai 7,74 juta ton.
Konsumen kopi terbesar berasal dari Amerika Serikat. Rata-rata konsumsi kopi di negara itu mencapai 1,2 juta ton per tahun. Kemudian disusul Brasil dengan tingkat konsumsi kopi mencapai 1 juta ton setahun.
EKA UTAMI APRILIA