TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional, Erry Riyana Hardjapamengkas, mengatakan ada tiga alternatif terkait upaya perampingan dan pengurangan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal ini disampaikan Erry kepada Ketua Komite Pengarah Reformasi Birokrasi, yaitu Wakil Presiden Boediono.
"Pertama, untuk mengatasi kelebihan bisa dilakukan pensiun dini," ujarnya dalam konferensi pers usai mengikuti Rapat Reformasi Birokrasi Nasional di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin 27 Juni 2011.
Kedua, kata dia, bisa dilakukan pelatihan ulang (re-training) di lingkungan-lingkungan kementerian yang berdekatan. Pelatihan ulang ini akan menghasilkan tenaga terampil yang bisa jadi dibutuhkan kementerian lain atau pemerintah daerah. "Misalnya lulusan politeknik sipil dijadikan pegawai Teknologi Informasi (TI). Jadi, bisa pelatihan ulang, lalu ditawarkan kepada mereka yang membutuhkan," ujarnya.
Ketiga, menempatkan pegawai-pegawai yang tidak cakap dan tak berkualitas di posisi tanpa jabatan. "Disuruh tetap masuk, tidak mengerjakan apa-apa, tapi tidak mengganggu pegawai lainnya sampai menunggu masa pensiun," kata mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.
Selain tiga alternatif itu, Tim Independen juga mengusulkan dilakukannya moratorium penerimaan PNS. Apalagi jumlah PNS saat ini dinilai sudah terlalu banyak. "Perekrutan PNS harus dihentikan sementara, paling lambat enam bulan ke depan," ujarnya.
Tim Independen Reformasi Birokrasi terdiri dari berbagai tokoh pemerintah dan nonpemerintah, akademisi, dan ada pula tokoh dari dunia usaha. Selain Erry, anggota lainnya adalah Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) Ahmad Damiri, guru besar Universitas Indonesia Eko Prasojo, guru besar Universitas Gajah Mada Sofyan Effendi. Tim ini memberikan pandangan atau evaluasinya mengenai birokrasi pemerintahan langsung kepada Komite Pengarah Reformasi Birokrasi, yaitu Wakil Presiden Boediono.
MUNAWWAROH