TEMPO Interaktif, Jakarta - Kementerian Pertanian mengusulkan sejumlah teknologi baru dalam tahap penyembelihan sapi. Salah satunya alat untuk merebahkan sapi tanpa harus diikat. Teknologi tersebut dapat menghindarkan ternak dari risiko kesakitan, seperti terjatuh dan terbentur lantai.
Usulan itu sebagai upaya mendukung langkah Pemerintah Australia dalam membantu perbaikan standar rumah potong hewan. Namun, bentuk bantuan persisnya akan dibicarakan secara matang. "Akan disesuaikan dengan kebutuhan," kata Menteri Pertanian Suswono di Jakarta, akhir pekan lalu.
Pemerintah, kata Suswono, tak melarang Australia membuka ekspor sapi ke rumah potong yang standarnya sudah diperbaiki. Tapi, kebijakan itu akan dibicarakan setelah kesepakatan tentang standar penyembelihan selesai dirumuskan. "Tim gabungan pemerintah dan Australia masih bekerja," ujarnya.
Pemerintah Australia menangguhkan ekspor sapi hidup ke Indonesia selama 6 bulan sejak 8 Juni. Kebijakan itu diambil sebagai respons atas cara pemotongan yang dianggap tak memenuhi standar kesejahteraan hewan. Bukti itu mengacu pada tayangan stasiun televisi ABC pada akhir Mei lalu.
Australia pun melarang penyembelihan ternak hidupnya di sejumlah rumah pemotongan di Tanah Air, seperti Mabar di Medan, Bayur di Tangerang, Herman dan Zbeef di Lampung, Gondrong di Tangerang, Zidin di Tanah Karo, Tani Asli di Binjai, serta Bubulak di Bogor.
Penghentian ekspor dikhawatirkan berdampak terhadap ribuan lapangan kerja di Australia. Benua Kanguru mengapalkan sedikitnya 500 ribu sapi per tahun ke Indonesia senilai Aus$ 320 juta (Rp 2,94 triliun). Nilai itu sekitar 43 persen dari total perdagangan hewan hidup Australia ke seluruh dunia.
Pemerintah Australia siap membantu mempercepat penyesuaian standar penyembelihan hewan. Duta Besar Australia untuk Indonesia Greg Moriaty akan menyiapkan sarana untuk memperbaiki rumah potong yang diduga menyembelih hewan secara tidak wajar tersebut.
Moriaty mengatakan, meski membutuhkan waktu lama, pihaknya bersedia membicarakan bantuan sarana tersebut. "Intinya kami sangat mendukung kebijakan Pemerintah Indonesia," kata dia. "Kami ingin secepat mungkin menghasilkan standar yang cocok."
Walau sudah hampir sebulan, penangguhan ekspor belum mempengaruhi kenaikan harga daging. Setidaknya itu tergambar dari paparan inflasi selama Juni. Daging tak menyumbang inflasi. “Harga belum naik terlalu drastis,” kata Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan.
Harga daging sempat naik pada pekan ketiga Juni sebesar Rp 600 dari harga rata-rata sekitar Rp 60 ribu per kilogram. Tapi, pada pekan pertama dan kedua Juni harga masih turun. “Jadi, kesimpulannya, pada Juni harga daging masih menyumbang deflasi,” ujar Rusman.
Tapi, Rusman mengingatkan pemerintah agar tetap menjaga pasokan daging sapi agar tidak melonjak menjelang bulan puasa dan Lebaran. “Daging harus diperbanyak untuk Lebaran. Karena itu, pasokan harus dijamin. Kalau harga sampai Rp 100 ribu bisa repot,” tuturnya.
TRI SUHARMAN | ROSALINA | BOBBY CHANDRA