TEMPO Interaktif, Palembang - Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin menyatakan bila mendapatkan undangan dari penyidik, dia siap memberikan keterangan resmi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, dia mengatakan bahwa pernyataan sejumlah tersangka suap dalam kasus wisma atlet adalah fitnah. “Saya dari jadi Bupati Musi Banyuasin dulu terbiasa difitnah, itu saja” kata Alex.
Dalam sidang perkara suap kasus Wisma Atlet Palembang kemarin, nama Alex Noerdin disebut oleh terdakwa Marketing Manager PT Duta Graha Indah El Idris. Namun, Alex membantah dirinya mengenal El Idris dan Mindo Rosalina. "Saya menjamin tidak pernah bertemu dengan keduanya," katanya.
Mengenai fee atau komisi 2,5 persen yang diduga diterimanya dari proyek Wisma Atlet Palembang itu, dia tidak membenarkan, tapi juga tidak menyalahkan. "Saya tidak menyatakan itu benar atau salah," kata Alex Noerdin saat ditemui wartawan di kantornya, Kamis, 14 Juli 2011.
Alex mengatakan akan terus mengikuti perkembangan perkara suap yang menyeret mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam sebesar Rp 3,289 miliar dan anggota DPR dari Partai Demokrat, Nazaruddin.
Sebelumnya, Asisten Pelaksana Pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring, Fazadi Abdanie, mengaku menerima uang dari Mohammad El Idris sebesar Rp 20 juta. Fazadi mengungkapkan bahwa uang tersebut diterimanya pada 15 April 2011 di ruang kerjanya yang diantar langsung oleh El Idris.
Menurut Fazadi, El Idris datang ke ruangannya dengan diantar seorang petugas lapangan pembangunan wisma atlet. “Saya pikir uang tersebut wajar diberikan sebagai ongkos operasional setelah berbulan-bulan saya berkerja membangun wisma atlet,’’ ujarnya kepada wartawan.
Fazadi yang juga menjabat sebagai Koordinator Pengawas Pembangunan Wisma Atlet menjelaskan bahwa selama bekerja, ia tidak mendapat uang operasional. Padahal, sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) No. 45/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Negara, poin 5 angka 2 huruf a disebutkan bahwa pelaksanaan pembangunan bangunan negara harus mendapat biaya operasional.
Jika dihitung secara proporsional, menurut Fasadi, wajar jika bagian pengawasan mendapatkan sekitar Rp 400 juta karena mereka belum mendapat apa pun juga. Selama bekerja membangun wisma atlet, pihaknya cuma mendapat uang makan Rp 10 ribu per hari.
Sementara itu, dana operasional yang seharusnya dialokasikan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga pernah diajukan oleh Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet Rizal Abdullah sebesar Rp 700 juta, namun tidak ada kejelasan.
Fazadi mengaku kalau uang sebesar Rp 20 juta yang diterimanya dari El Idris telah dikembalikan sekitar satu bulan lalu saat diperiksa sebagai saksi suap wisma atlet di Kantor KPK.
PARLIZA HENDRAWAN