TEMPO Interaktif, Jakarta - Tingginya kebutuhan kedelai untuk usaha pembuatan tempe dan tahu membuat Indonesia sulit mencapai swasembada kedelai pada 2014. Kurangnya pasokan kedelai itu membuat pemerintah harus mengimpor kedelai dalam jumlah besar.
Direktur Pemasaran Domestik, Kementerian Pertanian, Mahfudin, mengatakan bahwa swassemda kedelai pada 2014 terancam gagal karena terbentur sempitnya lahan dan produktivitas yang rendah. Saat ini, kebutuhan kedelai mencapai 2,3 juta ton per tahun. Produksi dalam negeri hanya mampu menghasilkan 819 ribu ton per tahun. Padahal, kebutuhan kedelai untuk industri mencapai 1,6 juta ton. "Jadi masih harus mengimpor 1,5 juta ton bungkil kedelai tiap tahun," ujarnya, Kamis, 21 Juli 2011.
Kedelai impor sebagian besar digunakan untuk industri pembuatan tempe. Sebab, tak semua kedelai Indonesia bisa digunakan untuk industri. Misalnya, kedelai untuk bahan baku pembuatan tempe, jenisnya harus yang besar, bersih, mengkilap, dan seragam. "Sedangkan kedelai yang diproduksi di Indonesia masih membutuhkan usaha keras untuk menyamainya dengan kedelai impor tersebut," ujar Mahfudin.
Menurut dia, setidaknya ada tiga industri yang membutuhkan pasokan kedelai dalam jumlah besar. Pertama, industri tempe, di mana setiap bulannya membutuhkan pasokan kedelai mencapai 100 ribu ton atau mencapai 1,2 juta ton per tahun. Kedua adalah industri tahu yang membutuhkan kedelai sekitar 400-500 ribu ton per tahun. Industri ketiga yaitu industri lainnya, seperti pembuatan susu kedelai ataupun keripik yang setidaknya membutuhkan kedelai sekitar 100-200 ribu ton per tahunnya.
ROSALINA