TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Gunaryo mengatakan kenaikan harga beras yang terjadi di sejumlah daerah saat ini ada kemungkinan dipengaruhi oleh aksi penimbunan dan spekulan beras. Pasalnya, upaya Bulog untuk menyerap beras dari petani—seperti yang diminta pemerintah--pada saat panen raya lalu tidak membuahkan hasil.
Bahkan ketika Bulog diberi fleksibilitas untuk bisa membeli dengan harga cukup tinggi, sehingga penyerapan maksimal, beras tetap tidak terserap. Tampaknya selain Bulog banyak pemain di pasar yang melakukan hal serupa.
"Di pasar ada ribuan pemain yang bersaing dan berlomba dengan Bulog untuk menyerap beras dari petani. Dengan begitu, praktek penimbunan dan spekulan beras bisa saja terjadi saat ini," kata Gunaryo, Senin, 1 Agustus 2011.
Pernyataan tersebut menanggapi ungkapan Menteri Pertanian Suswono yang mencurigai adanya aksi para pedagang di balik kenaikan harga beras dalam beberapa pekan terakhir. Kecurigaan itu berdasarkan informasi dari sejumlah daerah.
Harga beras di beberapa daerah merangkak naik sekitar Rp 500 hingga Rp 600 per kilogram. Padahal saat ini stok beras nasional mencukupi atau mencapai 1,4 juta ton dari total target pengadaan Perum Bulog sebanyak 1,5 juta ton sampai akhir tahun. Belum lagi berdasarkan angka ramalan tahap kedua Badan Pusat Statistik yang memperkirakan terjadi surplus beras sebesar 2,4 persen dari surplus tahun lalu yang hanya 1,17 persen.
Meski mengakui ada kemungkinan praktek penimbunan dan spekulan beras, Gunaryo mengaku hingga saat ini pihaknya masih belum mendapat laporan penemuan adanya praktek tersebut. "Hingga sekarang kami masih belum mendapat laporan dari daerah," ujarnya.
Saat ini Kementerian Perdagangan telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah tingkat provinsi hingga kabupaten-kota untuk mengawasi dan mengontrol distribusi beras. "Jika ada praktek penimbunan dan spekulan, harap segera laporkan," katanya.
AGUNG SEDAYU