TEMPO Interaktif, Jakarta - Holding badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang perkebunan, yaitu PT Perkebunan Nusantara I (Persero) hingga PT Perkebunan Nusantara XIV dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) dinilai berpotensi menjadi perusahaan perkebunan terbesar di dunia.
“Kalau sudah terbentuk, holding company BUMN perkebunan bisa menjadi perusahaan besar," kata Deputi Bidang Usaha Industri Primer Kementerian BUMN Megananda Daryono di Kantor Kementerian BUMN, Rabu, 10 Agustus 2011. "Kami berharap BUMN perkebunan itu bisa direalisasikan."
Seperti diketahui, total aset mereka sekitar Rp 44 triliun dengan pendapatan sekitar Rp 40 triliun pada akhir tahun 2010. Kinerja sejumlah BUMN perkebunan juga mengalami peningkatan yang signifikan pada semester pertama tahun ini. PT Perkebunan Nusantara III (Persero) mengalami peningkatan pendapatan sekitar 30,76 persen, dari Rp 2,41 triliun menjadi Rp 3,15 triliun pada tahun ini. Kenaikan tersebut mendorong naiknya laba bersih sekitar 48,80 persen, dari Rp 413,54 miliar menjadi Rp 615,36 miliar.
PT Perkebunan Nusantara V (Persero) mengalami peningkatan pendapatan sekitar Rp 58,74 persen, dari Rp 1,61 triliun menjadi 2,55 triliun. Kenaikan tersebut mendorong kenaikan laba bersih sekitar 202,76 persen, dari Rp 59,07 miliar menjadi Rp 178,8 miliar.
PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) mengalami peningkatan pendapatan sekitar 20,62 persen, dari Rp 2,03 triliun menjadi Rp 2,45 triliun. Kenaikan tersebut mendorong kenaikan laba bersih sekitar 157,44 persen, dari Rp 175,07 miliar menjadi Rp 450,69 miliar.
Sementara PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) mengalami peningkatan pendapatan sekitar 70,76 persen, dari Rp 1,3 triliun menjadi Rp 2,23 triliun. Kenaikan tersebut mendorong kenaikan laba bersih sekitar 64,80 persen, dari Rp 100,98 miliar menjadi Rp 166,41 miliar.
Menurut Megananda, peningkatan kinerja beberapa BUMN tersebut disebabkan peningkatan produksi dan kenaikan harga jual dua komoditas utama, yaitu karet dan sawit, yang cukup signifikan. Mengenai tingkat produksi, menurut Megananda, produksi CPO (crude palm oil) sejumlah PTPN pada 2010 sekitar 2,7 juta ton. Sedangkan produksi karet sekitar 250 ribu ton.
Harga karet masih di atas US$ 5, bahkan pernah mencapai kisaran US$ 6. “Sementara harga CPO (crude palm oil) masih sedikit turun dibandingkan bulan lalu," ujarnya "Tapi masih di harga sekitar Rp 7.000 per kilogram. Itu net di luar PPN. Jauh di atas RKAP yang sekitar Rp 6.700 per kilogram sudah termasuk PPN.”
Kenaikan tersebut yang akhirnya dinilai menjadi potensi jika BUMN perkebunan digabung menjadi suatu holding company. Itu juga sejalan dengan rencana Kementerian BUMN yang ingin melakukan perampingan jumlah BUMN yang ada. Saat ini konsep holding tersebut masih dalam proses finalisasi di tingkat pemerintah.
“Dengan holding juga diharapkan bisa membantu meningkatkan kinerja sejumlah PTPN yang masih kurang baik, seperti PTPN I, II, dan XIV,” lanjut Megananda.
EVANA DEWI