TEMPO Interaktif, Jakarta - Bank Indonesia disarankan mempertimbangkan menumpuk cadangan devisa dalam bentuk komoditas emas. Pengamat ekonomi yang juga Sekretaris Komite Ekonomi Nasional, Aviliani, menilai cadangan devisa dalam bentuk valuta asing (dolar Amerika Serikat) tak menguntungkan.
Nilai dolar Amerika diramalkan masih akan terus menurun. Sebab, kondisi perekonomian Amerika dianggap belum stabil. "Masalah utang di negara itu tidak akan selesai," ujar Aviliani, Rabu 17 Agustus 2011.
Pemerintah dan Kongres Amerika Serikat telah menyepakati melakukan penyelamatan (bailout) dan menaikkan batas utang negaranya maksimum sebesar US$ 2,4 triliun. Dengan demikian, batas utangnya membengkak menjadi US$ 16,5 triliun.
Namun, saat bailout itu digelontorkan, dana tersebut langsung habis. Krisis utang mereka tetap tak rampung dan kepercayaan pasar semakin menurun. Aviliani memperkirakan perekonomian Amerika akan terkoreksi tiga bulan lagi. Dia juga memperkirakan bailout akan dikucurkan lagi.
Aviliani menjelaskan, sebelum 1944, pencadangan devisa dengan komoditas emas digunakan Indonesia dan bank sentral di seluruh dunia. Namun, setelah 1944, tren ini berubah. "Mereka terus menyepakati uang mata dunia itu dolar Amerika sebagai acuan, karena Amerika dianggap negara adikuasa," katanya.
Sekarang, kata Aviliani, negara yang mata uangnya menjadi acuan bank sentral seluruh dunia telah kolaps. Karena itulah, kata dia, Bank Indonesia seharusnya perlu melakukan langkah-langkah untuk mengurangi efek turunnya valuasi dolar tersebut.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Kebijakan Moneter Hartadi A. Sarwono menyatakan, isu pembelian atau pemborongan emas oleh bank sentral sangat sensitif karena bisa berdampak buruk pada harga emas di pasar. Bank Indonesia belum bisa memberi ketegasan soal ini.
Hartadi mengakui dunia sedang prihatin terhadap kecenderungan pelemahan dolar Amerika Serikat. "Karena mereka tahu dalam jangka panjang akan sulit buat Amerika Serikat membuat bujetnya kembali normal setelah defisit yang sangat besar," kata dia. Pelemahan dolar diramalkan akan berlangsung lama.
Di forum negara-negara kelompok G-20, kata Hartadi, masalah pelemahan dolar menjadi pembicaraan hangat. "G-20 membicarakan bagaimana mengubah sistem moneter dunia kalau ada pelemahan dolar. Nah, sebagian lari ke emas," ujarnya.
Tapi sayangnya, ia menambahkan, pasokan emas semakin terbatas dan harganya terus meningkat.
Laporan bulanan Dana Moneter Internasional (IMF) menyebutkan bank sentral di Thailand, Rusia, dan Kazakstan telah menambah cadangan emas mereka sejak dua bulan yang lalu.
l FEBRIANA FIRDAUS