TEMPO Interaktif, Jakarta - Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia mengklaim dapat mencabut gelar doctor honoris causa yang diberikan oleh UI kepada Raja Abdullah dari Arab Saudi. "MWA (Majelis Wali Amanat) memiliki kewenangan mencabut gelar itu. Kami akan rapatkan pada 14 September," ujar guru besar sosiologi UI, Tamrin Amal Tomagola, di Jakarta, Selasa 6 September 2011.
Selain itu, Majelis Wali Amanat, kata Tamrin, akan membahas nasib Gumilar R. Somantri sebagai rektor. Pasalnya, Gumilar dinilai banyak mengeluarkan kebijakan yang kontroversial, di antaranya pembekuan Majelis Wali Amanat, Dewan Guru Besar, dan Senat Akademik Universitas.
"Dia bekukan tiga institusi ini dan membentuk komite tetap yang dijadikan boneka oleh dia," ujar Tamrin.
Tapi Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh menilai pemberian gelar itu tak ada masalah karena itu adalah wewenang perguruan tinggi. "Prosedur itu diatur dalam Statuta PTN. Sepanjang ikuti mekanisme prosedur, ya, silakan, monggo saja," ujarnya kemarin.
Meskipun begitu, menurut Nuh, pihak universitas seharusnya mempertimbangkan kondisi yang terjadi, misalnya tragedi hukuman pancung atas tenaga kerja Indonesia di Saudi.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Djoko Santosa menambahkan, kewenangan penuh kepada universitas diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 152 Tahun 2000 tentang Universitas Indonesia sebagai badan hukum milik negara. "Itu benar-benar kewenangan universitas sendiri. Mereka juga tidak perlu memberikan laporan ke kementerian," kata Djoko.
Rektor Gumilar sebelumnya telah meminta maaf bila pemberian gelar itu dianggap mencederai rasa keadilan. Namun ia beralasan pemberian gelar itu sudah sesuai dengan prosedur.
Selain itu, keputusannya sudah diambil tiga tahun lalu oleh komite tetap pemberian gelar, yang terdiri atas delapan guru besar dari berbagai disiplin ilmu. "Mereka lakukan studi kajian layak-tidak layak, dari sana bisa saja langsung terpental," kata Gumilar.
Menteri Nuh sendiri menilai, menjadi ramainya soal pemberian gelar ini lebih disebabkan oleh tegangnya hubungan internal di UI. Ketegangan itu, menurut Nuh, dipicu oleh rencana pemilihan rektor baru pada 2012 dan dihapuskannya Majelis Wali Amanat.
Untuk menengahi, Istana dan Dewan Perwakilan Rakyat pun turun tangan. Sekretaris Kabinet Dipo Alam ikut melakukan mediasi. Namun, menurut dia, langkah itu adalah inisiatifnya selaku anggota Ikatan Alumni UI.
Adapun DPR melalui Komisi Pendidikan akan menerima para anggota Majelis Wali Amanat hari ini. Menurut anggota komisi itu, Dedi Gumilar, DPR akan mempertanyakan proses dan mekanisme pemberian gelar.
DPR, kata Dedi, ingin mengetahui mengapa pemberian gelar itu tidak diketahui oleh Senat dan Wali Amanat, termasuk kriteria yang digunakan. Namun Dewan tak bisa meminta gelar itu dicabut.
Selain dikhawatirkan pencabutan gelar akan berpengaruh terhadap hubungan Indonesia-Arab Saudi, "Pencabutan adalah domain pemerintah," kata Dedi. "Yang kami persoalan adalah mekanisme UI ketika akan memberikan gelar itu."
l FEBRIYAN | MUNAWWAROH | RIRIN AGUSTIA | IRA GUSLINA