TEMPO Interaktif, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Harry Azhar Azis mengatakan tahun ini semestinya menjadi momentum bagi pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Jika kebijakan itu tak segera diambil bakal berdampak pada penggunaan subsidi. "Kenaikan harga BBM subsidi itu perlu, baik tahun ini maupun tahun depan," katanya kepada Tempo kemarin, Sabtu 10 September 2011.
Terlalu berisiko jika pemerintah menaikkan harga mendekati pemilihan umum presiden pada 2014. Sebab, menaikkan harga BBM bukan keputusan populer. "Berarti 2012 menjadi batas akhir dari risiko politik pemerintah," ujar Harry. Selain itu, kenaikan harga BBM subsidi adalah untuk menghindari perilaku jahat (moral hazard), seperti penyelundupan.
Harry menilai, harga BBM bersubsidi saat ini terlalu murah, yang memicu masyarakat menimbun bahan bakar tersebut. Lagi pula dengan perbedaan harga antara BBM bersubsidi dan nonsubsidi seperti Pertamax yang sangat signifikan, permintaan BBM bersubsidi jadi meningkat. "Orang akan cenderung membeli Premium ketimbang Pertamax," ujarnya.
Tahun ini konsumsi BBM bersubsidi diprediksi tetap melewati kuota, kendati pemerintah dan DPR telah menambah kuota dari 38,5 juta kiloliter menjadi 40,4 juta kiloliter. Berdasar perhitungan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi, konsumsi mencapai 41,8 juta kiloliter sampai akhir 2011. Sedangkan Pertamina memperkirakan penggunaan 40,9 juta kiloliter.
Harry menambahkan, pemerintah hanya berwacana dalam pembatasan penggunaan BBM bersubsidi. Padahal dana subsidi dapat dibelanjakan untuk hal lebih produktif, seperti pembangunan jalan tol. "Wacana pembatasan sudah lama. Pemerintah lebih rela menghamburkan uang negara untuk subsidi. Subsidi habis begitu saja," katanya.
Kenaikan harga BBM bersubsidi, menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto, tetap perlu dilakukan meski pemerintah telah kehilangan momentum yang semestinya terjadi pada Maret-April lalu. Namun, melihat kondisi pemerintah sekarang, Pri Agung tidak yakin kebijakan tersebut akan terwujud tahun ini.
Pri Agung mengusulkan agar pemerintah menaikkan harga Premium menjadi Rp 5.500 dari sebelumnya Rp 4.500 per liter. Tahun berikutnya, harga bisa dinaikkan lagi secara wajar. Kenaikan hingga Rp 5.500 setidaknya dapat menyumbang pendapatan sebesar Rp 20 triliun. "Uang itu dapat digunakan untuk membenahi infrastruktur, transportasi, kesehatan, dan pendidikan," ujarnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan belum ada pembahasan mengenai kenaikan harga BBM, terutama Premium dan solar. “Belum ada rencana,” katanya. Namun Bambang enggan menjelaskan alasan pemerintah terus menyubsidi Premium. “Pokoknya belum ada rencana saja,” ujarnya.
Sebelumnya, Harry menegaskan, kuota tidak bisa diutak-atik lagi. Kalaupun ada permintaan penambahan, harus ada pembahasan APBN Perubahan kedua. Tapi hal itu tidak mungkin karena waktunya sangat mepet. Namun anggota Komisi Keuangan, Maruarar Sirait, menilai pemerintah dapat menambah kuota tanpa merevisi APBN-P 2011 dengan mencari sumber dana baru seperti mengutip bea masuk dari produk impor.
Meski demikian, Harry mengingatkan, jika kuota BBM bersubsidi hingga akhir tahun melebihi kuota yang diajukan dalam APBN-P 2011 dan kenaikan kuota tanpa persetujuan dari DPR, artinya pemerintah telah melanggar undang-undang yang telah disepakati. "Semakin hari kami juga semakin kritis terhadap tindakan pemerintah," tuturnya.
SUTJI DEILYA | AKBAR TRIKURNIAWAN | BOBBY CHANDRA