TEMPO Interaktif, Purwakarta - Stok air yang ada di Waduk Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, saat ini hanya tersisa buat kepentingan selama 80 hari ke depan. Setelah itu penggelontoran air buat kepentingan pengairan irigasi, air baku PDAM, dan pembangkit listrik akan terhenti.
"Persediaan air di waduk insya Allah cukup sampai periode November mendatang," kata Herman Idrus, Direktur Pengelolaan Perum Jasa Tirta (PJT) II Jatiluhur, saat dihubungi Tempo, Senin, 12 September 2011.
Meski begitu, tutur Herman, pihak PJT II masih terus memberikan layanan suplai air sesuai dengan permintaan. Ia menyebutkan gelontoran air yang bersumber dari waduk Jatiluhur saat ini per harinya rata-rata mencapai 151,1 meter kubik per detik.
"Sebanyak 17,5 meter kubik per detik di antaranya digelontorkan buat kepentingan air baku PAM Jaya. Sisanya diperuntukkan suplai air buat mengairi sekitar 240 ribu hektare areal persawahan yang berada di wilayah Pantai Utara Bekasi, Karawang, Subang, dan sebagian Indramayu," ucap Herman.
Menurutnya, sampai Senin siang tinggi muka air waduk Jatiluhur sudah berada pada level 92,76 meter di bawah permukaan laut. Titik kritis debit air waduk serbaguna tersebut berada pada level 75 meter DPL.
Herman mengakui pada puncak musim kemarau saat ini debit air di waduk yang dibangun pada rezim Soekarno dan dioperasikan pada saat Soeharto berkuasa itu berkurang 15 sentimeter setiap harinya. "Memang telah terjadi penurunan debit yang cukup drastis," ujar Herman.
Agar stok air di waduk tidak cepat tekor, kata Herman, pihaknya kini terus melakukan gerakan penghematan air. "Kami melakukan penutupan pada saluran-saluran yang bocor, menghentikan suplai air ke lokasi persawahan yang tak memerlukannya lagi," ujar Herman. "Kami bahkan melakukan pengelasan pintu-pintu air."
Upaya lain yang sedang ditempuhnya yakni membuat proposal proyek hujan buatan. "Proposalnya sudah selesai, mungkin besok atau lusa sudah kami sampaikan ke Kementerian Koordinator Perekonomian," ujar Herman.
NANANG SUTISNA