TEMPO Interaktif, Pontianak - Laju deforestasi di daerah hutan tropis menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup tumbuhan dan satwa, termasuk orangutan. Habitat orangutan di luar kawasan konservasi dan kawasan lindung di Kalimantan Barat perlu mendapat perhatian serius.
“Laju deforestasi Asia diperkirakan sudah mencapai kisaran 30 persen,” kata Asisten II Sekretariat Daerah (Setda) Kalimantan Barat Lensus Kandri di Pontianak. kemarin. “Tingginya laju deforestasi atau penggundulan hutan itu menjadi ancaman bagi orangutan."
Sejumlah populasi orangutan di Kalimantan Barat memiliki habitat di luar kawasan konservasi dan kawasan lindung, sehingga rentan terhadap gangguan yang ditimbulkan deforestasi. Saat ini, dari total kawasan hutan di Kalimantan Barat terdapat sekitar 1,15 juta hektare lahan yang diperuntukkan sebagai kawasan taman nasional dan hutan lindung. Sementara kawasan hutan produksi dan areal penggunaan lain yang masih berhutan memiliki persentase sekitar 72,56 persen dari total kawasan hutan di Kalimantan Barat.
“Orangutan tidak memiliki KTP, sehingga primata ini tidak mungkin dilarang memasuki area kegiatan manusia,” kata Lensus. “Saya harap semua pihak swasta di Kalimantan Barat ikut menjaga ekosistem orangutan yang berada di sekitar izin usaha yang dimilikinya.”
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar, Djohan Utama Perbatasari, mengatakan penyusutan kawasan hutan di dataran rendah dan perburuan orangutan di Kalimantan menempatkan satwa yang merupakan satu-satunya kera besar yang hidup di Asia ini masuk dalam daftar merah IUCN tahun 2007 pada posisi terancam punah. IUCN adalah badan dunia yang memantau tingkat keterancaman jenis secara global.
“Sinergisitas peran stakeholder, baik pemerintah pusat maupun daerah, lembaga pendidikan, swasta, dan masyarakat harus dibangun,” kata Djohan usai mengikuti Pertemuan Konservasi Orangutan Regional Kalimantan Barat di Pontianak, beberapa waktu lalu.
Jika komitmen tersebut sudah terbangun, strategi dan rencana aksi dapat menjadi panduan dalam upaya pelestarian orangutan. Langkah itu dinilai perlu diprioritaskan, terpadu, dan melibatkan semua pihak sehingga pembangunan di daerah bisa selaras dengan upaya pelestarian orangutan.
Di Kalimantan Barat terdapat dua subspesies orangutan, yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus dan Pongo pygmaeus wurmbii yang saat ini kondisinya sangat mengkhawatirkan. Orangutan tersebar di sembilan kabupaten di Kalimantan Barat. Populasi orangutan tersebar dalam kantong-kantong habitat dengan ukuran populasi yang bervariasi, yaitu Taman Nasional Betung Kerihun yang diperkirakan sebesar 1.330-2.000 individu, Danau Sentarum 500 individu, Bukit Baka Bukit Raya 175 individu, Gunung Palung 2.500 individu, Bukit Rongga serta Parai 1.000 individu.
Tito P. Indrawan dari Yayasan Palung menyebutkan potensi ancaman habitat orangutan datang dari kegiatan pertambangan, perkebunan, kegiatan loging baik legal maupun illegal, kebakaran hutan serta terbatasnya stasiun riset untuk orangutan. "Untuk Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara saja ada 90 izin perkebunan dan 140 izin pertambangan yang diterbitkan," ucap Tito.
Ketua Forum Orangutan Indonesia (Forina) Herry Djoko Susilo mengatakan untuk menjaga habitat orangutan yang berada di luar kawasan konservasi dan kawasan lindung perlu adanya kerja sama oleh semua pihak baik itu pemerintah, NGO, pihak swasta, maupun masyarakat. Pihak perusahaan harus menjaga kelestarian kawasan yang miliki Nilai Konservasi Tinggi (NKT) di wilayah konsesi mereka, seperti yang dilakukan PT Kayung Agro Lestari (KAL).
Perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terletak 45 kilometer dari Kota Ketapang itu telah mengalokasikan sebagian areal perkebunan untuk konservasi. “Kami telah mengalokasikan 1.640 hektare sebagai wilayah konservasi atau 17 persen dari 9.339 hektare luas wilayah konsesi yang dimiliki perusahaan,” kata Ari Witono, Direktur PT KAL.
HARRY DAYA